View Full Version
Kamis, 12 Apr 2018

Nasib BUMN dan Kenyataan Pahit yang mesti Diterima Bangsa Indonesia

JAKARTA (voa-islam.com)- Peneliti dari NSEAS, Muchtar Effendi Harahap menyatakan terbukti bahwa kondisi BUMN era Jokowi memperihatinkan. Sebagaimana Menkeu Sri Mulyani membeberkan, ada 21 BUMN merugi dan tak bisa setor dividen kepada negara 2018 (30 Agustus 2017).

“Ada dua kelompok BUMN ini merugi. Pertama, merugi karena kalah saing dan inefesiensi (ada 10 BUMN). Kedua, merugi karena sudah dalam proses restrukturisasi (ada 11 BUMN),” katanya, baru-baru ini, melalui pesan singkat, ke voa-islam.com. Meski begitu, menurut dia Menkeu juga mengakui ada  setoran dividen BUMN ke negara. Yakni pada 2013 Rp34 triliun; 2014 Rp40 triliun (era SBY);

2015 Rp37 triliun;  2016 Rp36 triliun: dan, Semester I 2017 Rp32 triliun (era Jokowi terjadi penurunan). Adapun setoran pajak pada 2014 Rp160 triliun (era SBY); 2015 Rp171 triliun; 2016 Rp167 triliun; dan Semester I 2017 Rp97 triliun (era Jokowi ada peningkatan).

“Di lain pihak, sejumlah Pakar Ekonomi menilai,  Pemerintahan Jokowi-JK sejak awal mendorong proyek infrastruktur, seperti pembangunan pelabuhan, bandara, kereta api, listrik hingga jalan dan jembatan. Bahkan dalam Perpres 58 Tahun 2017, pemerintah menetapkan 245 proyek strategis nasional (PSN).”

Dari 245 PSN tersebut, masih menurut dia, 151 di antaranya merupakan proyek infrastruktur. Banyaknya proyek tersebut sebagian besar juga digarap oleh para BUMN karya. “Proyek infrastruktur tersebut tentu menjadi pekerjaan rumah dan beban bagi para BUMN karya. Sumber keuangan BUMN sendiri disuntik oleh APBN.”

Bahkan, Jokowi  menurut dia menginstruksikan BUMN mencari utang dan menjual aset BUMN demi  proyek infrastruktur. Akibatnya, kondisi sejumlah  BUMN karya  tersandera utang.

“Ekonom Kritis Faisal Basri menilai, Infrastruktur itu paling banyak dibiayai  utang BUMN, tidak masuk dalam kategori utang yang direncanakan (3/4/18).  Kebanyakan proyek besar  dilakukan dengan penugasan kepada BUMN. Sebagian kecil dimodali dengan Penyertaan Modal Negara (PMN) dan selebihnya BUMN disuruh mencari dana sendiri.

Beberapa BUMN pontang-panting membiayai proyek pemerintah pusat dengan dana sendiri sehingga kesulitan , mengeluarkan obligasi, dan pinjaman komersial dari bank.” Selanjutnya, BUMN menekan pihak lain dengan berbagai cara. Sementara pengeluaran modal untuk sosial malah menurun sebesar 44 persen sejak tahun 2014. Proyeksi untuk sektor ini adalah sebesar Rp81 triliun pada 2018.

“Sebagai perbandingan era SBY, Kondisi nilai aset  BUMN tahun 2013 Rp4.216 triliun.

Total dividen disetorkan seluruh BUMN dan minoritas tahun 2013 Rp36,5 triliun. Dari 20 BUMN terdaftar di pasar modal, kapitalisasi pasar nya tahun 2013 Rp968,5 triliun atau 23 persen dari kapitalisasi  seluruh saham perusahaan emiten terdaftar di bursa efek Indonesia.”

Sumbangan pajak BUMN pd 2010 Rp81 triliun, pd 2013 meningkat menjadi Rp142 triliun atau 11 persen dibandingkan total penerimaan pajak dalam APBN 2013. “Apakah era Jokowi bisa meningkatkan kondisi BUMN ini? Bagi Tim Studi NSEAS, kondisi kinerja Jokowi urus BUMN belum menunjukkan kondisi baik, jika tak boleh diklaim buruk. Juga Jokowi belum mampu memenuhi janji kampanye dan juga rencana kegiatan sesuai RPJMN.”

Sementara Kementerian BUMN belum juga mampu membuktikan kondisi BUMN era Jokowi lebih baik ketimbang era SBY. Bahkan, Pemerintah sendiri mengakui era Jokowi ini ada 21 BUMN merugi dan tak bisa setor dividen kas negara. Hal ini bukti, Kementerian BUMN tidak berhasil menjalankan tugas pokok dan fungsi melaksanakan  pembinaan  BUMN. “Malahan Kementerian BUMN terlalu jauh mengambil program prioritas terkait pemberdayaan masyarakat dlm perspektif community development. Kebijakan ini terlalu jauh dari tugas pokok dan fungsi Kementerian BUMN.”

Program prioritas dimaksud ada dua. Pertama, Balai Ekonomi Desa (Balkondes). Kedua, Mitra Usaha Desa Nusantara dan Badan Usaha Milik Desa (BUMdes). Menteri BUMN Rini Soemarno berdalih,  kedua program tersebut menjadi atensi Kementerian BUMN guna meningkatkan taraf perekonomian desa.

Bukannya membina kelembagaan BUMN, tetapi justru ikutcampur urus pemanfaatan semacam dana CSR BUMN. “Masalah lain, Jokowi selaku Presiden tidak mampu mesinerjikan hubungan kerja antara Menteri BUMN Rini Soemarno dengan DPR. Khusus Komisi VI DPR tidak memperkenankan Rini  hadir untuk melakukan rapat kerja (raker) Pemerintah  dengan Komisi VI DPR RI.”

Baru-baru ini terjadi Pemerintah diwakili Menkeu Sri Mulyani. Sangat tragis! Masih ada waktu 1,5 tahun lagi bagi Rezim Jokowi untuk membuktikan kondisi kinerja Jokowi urus BUMN "baik". “Apa yang dikritisi para Pakar Ekonomi tentang kondisi BUMN akibat kebijakan pembangunan infrastruktur Jokowi harus bisa  tidak menjadi realitas obyektif pada akhir tahun 2019.” (Robi/voa-islam.com)


latestnews

View Full Version