JAKARTA (voa-islam.com)- Penyederhanaan aturan ini memang sesuai dengan keinginan pemerintah untuk mempermudah dan menarik investasi asing, namun perlu dipertimbangkan juga potensi risiko yang akan dihadapi. Jika TKA beroperasi lintas propinsi izin dikeluarkan menteri, jika satu propinsi tertentu izin dikeluarkan Gubernur, jika lingkup kabupaten kota izin dikeluarkan Bupati/walikota.
“Sehingga ada evaluasi per wilayah. Penambahan kategori TKA yang tidak wajib memiliki izin, yaitu (1) pemilik saham asing yg merangkap direksi dan komisaris; (2) TKA jenis pekerjaan yang dibutuhkan pemerintah.
Dengan kelonggaran aturan ini, negara punya potensi kehilangan pendapatan devisa dari kontribusi yang seharusnya dibayar oleh setiap TKA yang masih aktif bekerja di Indonesia,” Fahri Hamzah mengingatkan, belum lama ini, di akun Twitter pribadinya.
Selain itu, ide pembatasan izin dahulu adalah agar terjadi pengalihan keahlian (transfer keahlihan dan teknologi), tanpa batasan artinya transfer keahlian menjadi omong kosong. “Beberapa catatan penting di atas setidaknya cukup untuk mempertanyakan sikap pemerintah terhadap keperpihakan kepentingan nasional. Benarkah Perpres ini untuk menyelesaikan problem ketenagakerjaan?
Apakah benar Perpres ini akan membawa masuk investasi besar yang akan membuka lapangan pekerjaan yang luas untuk rakyat Indonesia?” Jika Investasi besar masuk, lalu pintu masuk TKA dibuka sedemikian lebar, seberapa banyak keuntungan yang diperoleh tenaga kerja lokal?” (Robi/voa-islam.com)