JAKARTA (voa-islam.com)- Paska beredarnya foto-foto Ulama Alumni 212 dengan Joko Widodo beberapa waktu lalu setidaknya memunculkan beberapa pertanyaan di kalangan masyarakat muslim dan masyarakat pada umumnya. Sebab paska pertemuan tersebut kesimpulan informasi liar pun terbentuk, di antaranya tudingan bahwa Ulama Alumni 212 melakukan manuver politik atas Jokowi.
Padahal informasi tersebut dapat dikatakan tidak demikian adanya, melainkan murni untuk membicarakan kriminalisasi terhadap ulama dan aktivis.
Berikut pengakuan ustaz Usamah Hisyam sebagai Anggota Tim 11 Ulama Alumni 212 sekaligus Ketum Parmusi yang ikut bertemu Jokowi, Ahad (22/4/2018) lalu:
"Siapa yang mengundang dan diundang ini berawal dari rapat jelang kepulangan habib Rizieq pada 21 Februari yang direncanakan kembali ke Indonesia. Satu minggu sebelumnya, sekitar tanggal 12 Februari kita mengadakan rapat bagaimana agar kepulangan habib Rizieq ini bisa menjadi lancar, aman, tertib dan bisa terlaksana dengan baik maka kita sepakat perlu segera memberikan penjelasan yang utuh kepada Bapak Presiden tentang masalah kriminalisasi ini.
Dan pada saaat itu, kita ulama, atas inisiasi Husni Tamrin (Abitam) dan mendapat persetujuan habib Rizieq di Mekkah, kita laporkan untuk bisa menemui Bapak Presiden. Dan saya sebagai Ketum Parmusi diamanatkan oleh Tim untuk menghubungi istana. Kenapa? Karena saya tahun lalu, saya hampir setiap bulan ketemu presiden, ya, walaupun melakukan aksi 212 untuk Aksi Bela Islam, karena saya punya hubungan silaturahim dengan beliau, dan itu dilakukan namun pada saat itu karena beberapa kesibukan akhirnya pertemuan itu gagal. Dijanjikan nanti. Mungkin setelah 212.
Tidak ada kabar, baru kemudian pada tanggal sekitar 14 April kami mendapatkan informasi dari pihak istana bahwa beliau meminta saya hadir di istana. Oleh sebab itu saya pribadi pada tanggal 19 April diterima Bapak Presiden empat mata pukul 15.30. Kemudian Pak Presiden menanyakan: 'Pak Usamah, rencana pertemuan dengan Tim 11 materinya apa kontennya?' Saya menjawab, tunggal, Pak Presiden kontennya. Berlama silaturahmi, kontennya bagaimana agar kriminalisasi ulama ini dapat dihentikan.
Itu konten yang ingin disampaikan oleh ulama. Dan saya menyampaikan pertemuan ini menjadi penting agar miskomunikasi yang terjadi antara Presiden dengan ulama selama ini bisa cair. Menjadi sangat penting bagi upaya untuk menuntaskan kriminalisasi, karena bagaimanapun juga penanggungjawab tertinggi di negara ini adalah Presiden RI.
Jadi langkah apapun yang dilakukan aparat, dampaknya terhadap presiden. Oleh sebab itu, saya sampaikan ketika itu harus ada politicalweel terhadap permasalahan ulama ini, kriminalisasi karena masih banyak aktivis yang terbelenggu dengan kriminalisasi termasuk ustaz al-Khaththath, walaupu sudah posisi bebas, ya, tetapi kasusnya masih tersangkut. Beluk di-SP3-kan.
Oleh sebab itu kemudian dalam pertemuan itu, presiden menyatakan, 'Baik kalau begitu, Pak Usamah. Saya akan kaji dulu dengan tim kecil. Malam hari akan saya kabari, Pak Usamah.' Dan tim kecil itu sudah mengkaji kemudian saya mendapat kontak dari pihak istana untuk disiapkan waktu hari Minggu.
Tadinya kita mengharapkan salat Subuh berjamaah di istama Bogor. Tapi Presiden karena ada kesibukan lain maka dilakukan di istana Bogor, kita minta salat Zuhur berjamaah. Dan kemudian itulah berlangsung. Jadi tidak ada yang mengundang dan tidak ada yang diundang, ya. Ini kesepakatan saja." (Robi/voa-islam.com)