JAKARTA (voa-islam.com)- Simpang siurnya agenda pertemuan hingga sifat pertemuan antara Tim 11 Ulama Alumni 212 dengan Jokowi pada Ahad lalu sebetulnya sudah terjawab. Hal ini misalkan saja dapat diamati dari beberapa pernyataan dari tokoh terkait kala bertemu Jokowi melalui konferensi pers.
Berikut pernyataan lengkap tokoh-tokoh tersebut ketika mengadakan konferensi pers pada hari Rabu (25/4/2018), di Tebet, Jakarta Selatan.
Usamah Hisyam, Anggota Tim 11 sekaligus Ketum Parmusi:
"Siapa yang mengundang dan diundang ini berawal dari rapat jelang kepulangan habib Rizieq pada 21 Februari yang direncanakan kembali ke Indonesia. Satu minggu sebelumnya, sekitar tanggal 12 Februari kita mengadakan rapat bagaimana agar kepulangan habib Rizieq ini bisa menjadi lancar, aman, tertib dan bisa terlaksana dengan baik maka kita sepakat perlu segera memberikan penjelasan yang utuh kepada Bapak Presiden tentang masalah kriminalisasi ini.
Dan pada saaat itu, kita ulama, atas inisiasi Abitam dan mendapat persetujuan habib Rizieq di Mekkah, kita laporkan untuk bisa menemui Bapak Presiden. Dan saya sebagai Ketum Parmusi diamanatkan oleh Tim untuk menghubungi istana. Kenapa? Karena saya tahun lalu, saya hampir setiap bulan ketemu presiden, ya, walaupun melakukan aksi 212 untuk Aksi Bela Islam, karena saya punya hubungan silaturahim dengan beliau, dan itu dilakukan namun pada saat itu karena beberapa kesibukan akhirnya pertemuan itu gagal. Dijanjikan nanti.
Mungkin setelah 212. Tidak ada kabar, baru kemudian pada tanggal sekitar 14 April kami mendapatkan informasi dari pihak istana bahwa beliau meminta saya hadir di istana. Oleh sebab itu saya pribadi pada tanggal 19 April diterima Bapak Presiden empat mata pukul 15.30. Kemudian Pak Presiden menanyakan: 'Pak Usamah, rencana pertemuan dengan Tim 11 materinya apa kontennya?' Saya menjawab, tunggal, Pak Presiden kontennya. Berlama silaturahmi, kontennya bagaimana agar kriminalisasi ulama ini dapat dihentikan.
Itu konten yang ingin disampaikan oleh ulama. Dan saya menyampaikan pertemuan ini menjadi penting agar miskomunikasi yang terjadi antara Presiden dengan ulama selama ini bisa cair. Menjadi sangat penting bagi upaya untuk menuntaskan kriminalisasi, karena bagaimanapun juga penanggungjawab tertinggi di negara ini adalah Presiden RI. Jadi langkah apapun yang dilakukan aparat, dampaknya terhadap presiden.
Oleh sebab itu, saya sampaikan ketika itu harus ada politicalweel terhadap permasalahan ulama ini, kriminalisasi karena masih banyak aktivis yang terbelenggu dengan kriminalisasi termasuk ustaz al-Khaththath, walaupu sudah posisi bebas, ya, tetapi kasusnya masih tersangkut. Beluk di-SP3-kan.
Oleh sebab itu kemudian dalam pertemuan itu, presiden menyatakan, 'Baik kalau begitu, Pak Usamah. Saya akan kaji dulu dengan tim kecil. Malam hari akan saya kabari, Pak Usamah.' Dan tim kecil itu sudah mengkaji kemudian saya mendapat kontak dari pihak istana untuk disiapkan waktu hari Minggu. Tadinya kita mengharapkan salat Subuh berjamaah di istama Bogor.
Tapi Presiden karena ada kesibukan lain maka dilakukan di istana Bogor, kita minta salat Zuhur berjamaah. Dan kemudian itulah berlangsung. Jadi tidak ada yang mengundang dan tidak ada yang diundang, ya. Ini kesepakatan saja."
Ustaz al-Khaththath, Tim 11:
"Kita tidak mengenal suhu politik. Yang pasti adalah kita fokus untuk memberikan informasi yang akurat ke presiden tentang fakta kriminalisasi, karena kita sebelumnya mendengar bahwa presiden itu saat di istana, dulu ketika kawan-kawan dari GNPF datang, presiden mengatakan tidak melakukan kriminalisasi dan tidak punya niat melakukan kriminalisasi.
Nah, kemarin dalam pertemuan itu kita sampaikan fakta-fakta tentang bahwa kriminalisasi itu ada. Sampai di situ saja. Kita tidak tahu. Yang buat kebijakan siapa. Yang pasti kita minta ke presiden agar kebijakan kriminalisasi itu dihentikan. Dan ini tidak terkait dengan suhu politik.
Harapan kita presiden mengusut siapa yang membocorkan pertemuan tersebut. Kita sebenarnya posisinya mau tertutup boleh, mau terbuka boleh. Tapi kita memandang, karena semua HP kita diminta, tidak boleh dibawa, pemahaman kita berarti itu tertutup. Kalau sudah tertutup berarti kan tidak boleh terbuka.
Makanya kita tidak memberitakan apapun. Seandainya terbuka, dan pertemuan itu tidak dimaksud tertutup maka ketika kita keluar dari ruangan pasti sudah disediakan wartawan untuk konferensi pers."
KH. Misbahul Anam:
"Tolong wartawan tanya pada presiden, ya? Sebab kami inginnya terbuka. Yuk kita dialog terbuka antara pemerintah dengan para tokoh ulama 212. Jadi sekali lagi silahkan tanyakan ke presiden. Kami siap terbuka. Tidak ada rahasia. Jika perlu kita buka forum terbuka antar pemerintah dengan tokoh ulama 212."
Yusuf M. Marta, Ketua Umum sekaligus Jubir GNPF:
"Di dalam pertemuan itu kita diundang dan di saat kita akan masuk semua handphone tidak diperkenankan dibawa masuk. Berarti sepakat secara tidak tersirat bahwa tidak ada foto dan tidak ada rekaman. Bahkan saat kita duduk bersama presiden, presiden menyampaikan keluhan-keluhan tentang hujatan-hujatan dan penghinaan terhadap beliau, beliau menginginkan agar fotographer yang ada di depan beliau yang sedang melakukan pengambilan gambar dihentikan agar pembicaraan lebih fokus.
Dan secara tidak langsung jelas bahwa pertemuan itu kita anggap adalah pertemuan tertutup. Jadi bukan kami yang meminta tertutup. Kami tidak pernah melakukan satu permintaan tertutup maupun terbuka, pertemuan bagi kami semuanya sama.
Pertemuan kami juga tidak ada kaitannya dengan dukung mendukung dan lain sebagainya. Pertemuan kami secara khusus hanya membicarakan masalah ketidakadilan, kriminalisasi yang dialami oleh para ulama, habaib, adatidz dan lara tokoh-tokoh umat Islam.
Dan di dalam pertemuan itu kebetulan saya satu-satunya yang hadir di pertemuan di sembilan bulan lalu di istana negara, yang mana saya mendengar secara langsung setelah presiden mendengar keluhan-keluhan ulama yang hadir saat itu, presiden langsung instruksikan Menkopolhukam untuk menindaklanjuti permasalahan-permasalahan yang terkait dan menimpa, menerpa semua para ulama yang dikriminalisasi.
Namun, setelah berjalannya waktu, sembilan bulan tidak ada satupun kasus-kasus yang menimpa ulama terselesaikan dengan baik. Bahkan laporan-laporan yang tidak jelas pun sudah ditindaklanjuti. Sedangkan laporan-laporan yang dibuat oleh para ulama tentang penistaan terhadap ulama, para asatidz, para habaib bahkan kitab suci umat Islam, rasul umat Islam, tuhan pun dihinakan tidak satupun yang mendapatkan suatu proses yang akurat.
Bahkan cenderung diolor-olor. Bahkan penista-penista itu dari beberapa partai bergiliran, bahkan saat ini mereka mencalonkan dirinya, ada yang menjadi Cagub, calon Wali Kota dan sebagainya.
Itulah yang kita sampaikan, keluhan umat kepada presiden dalam pertemuan kemarin di istana Bogor. Jadi, kita para Tim 11 tidak pernah berpikir untuk bicara calon mencalonkan dan tidak ada keterkaitan dengan Pileg, Pilpres, maupun Pilkada.
Jadi kita fokus ke kriminalisasi, bahkan kami juga menyampaikan beberapa hal kepada presiden tentang kenapa ada satu proses yang tidak ada dasar, tidak memenuhi unsur hukum tapi dipaksa-paksakan. Itulah yang akhirnya presiden meminta pendapat dari kami 'Apa yang seharusnya saya lakukan? Apa yang harus saya sampaikan kepada aparat?
Dan saya selama ini benar mendapatkan informasi hanya sepihak. Tidak mendapat informasi dari kedua pihak.' Itulah yang mana bisa kita sampaikan isi dari pertemuan tersebut. Adapun bisa terjadi proses pertemuan, saya rasa akan ada secara khusus yang akan menjawab. Terima kasih."
Demikian respon tokoh-tokoh tersebut yang sempat diabadikan oleh Tim Redaksi saat konferensi pers. (Robi/voa-islam.com)