JAKARTA (voa-islam.com)- Kuasa hukum HTI, Prof. Yusril Ihza Mahendra beralasan menolak putusan PTUN Jakarta kemarin adalah karena salah satunya dianggap hukum diberlakukan surut. “Mengapa kami menolak putusan (PTUN) ini?
Pertama kami menganggap bahwa PTUN ini memberlakukan hukum secara surut,” katanya, belum lama ini, di Jakarta.
Yusril menyebut, sebelum berlakunya Perppu Nomor 1/2017, yang berwenang membubarkan ormas itu adalah Menteri Hukum dan HAM, tapi harus lebih dulu meminta putusan pengadilan. Namun kemudian lahir Perppu tanggal 10 Juli 2017, kewenangan pengadilan dihapuskan.
“Jadi satu-satunya kewenangan untuk membubarkan adalah Menkum HAM. Kewenangan itu diberikan sejak 10 Juli 2017,” jelasnya.
Jadi, apabila ada pelanggaran apa pun yang dilakukan oleh HTI, menurut dia mestinya yang harus dibuktikan di pengadilan itu adalah selama sembilan hari HTI melakukan pelanggaran-pelanggaran. Begitu juga pasal 58 ayat 4 huruf c tentang mengajarkan paham yang bertentangan dengan Pancasila yang ditambah dari pengertian semula adalah ateis, komunis/marxis menjadi paham-paham lain yang bertentangan dengan Pancasila itu baru ada dalam Perppu tanggal 10 Juli 2017.
“Karena itu kami berkali-kali meminta kepada pemerintah di persidangan: coba dibuktikan sembilan hari, ada gak kesalahan yang dilakukan oleh HTI? Dan menurut saya pemerintah gagal membuktikan,” katanya.
Bukti yang diambil itu menurut Yusril adalah bukti yang lama-lama. Rekaman video, surat, dan lain-lain. Dan menurutnya itu tidak bisa dijadikan suatu hal bukti.
“Menurut hemat saya, jika bukti yang lama itu dipakai, ya berarti hukum diberlakukan surut. Dan berlakukan surut itu bertentangan dengan pasal 28 d ayat 1 dari UUD 1945,” tutupnya. (Robi/voa-islam.com)