JAKARTA (voa-islam.com)- Mardani Ali Sera, politisi PKS menyatakan bahwa mencinta negeri ini bisa dengan berbagai cara, baik di koalisi maupun oposisi. Menurut dia, sebagai oposisi bukan tak berarti ada semangat, justru punya semangat yang sama mencintai di negeri ini sebagai oposisi.
“Demokrasi adalah kompetisi untuk kebaikan seluruh rakyat. Kompetisi dalam demokrasi adalah baik, sehingga dalam kompetisi ada Tesa, ada Antitesa, lalu di olah keduanya menjadi sintesa, sehingga menghasilkan kebaikan yang banyak buat rakyat dan negara,” katanya mengingatkan, belum lama ini, di akun Twitter pribadi miliknya.
Dalam soal BPIP, Mardani memandang ada dua jenis perspektif ideologi Pancasila. Pertama Principle Ideology dan kedua Working Ideology.
“Sebagai prinsip ideologi, kita semua sudah sepakat bahwa Pancasila sebagai rumah kita, rujukan kita dan platform kita bersama dalam bernegara. Dan masalah bukan ada di principle ideology ini, tapi ada di Working ideology.”
Working Ideology mempunyai masalah dalam mengimplementasikan dalam sebuah sistem dalam sebuah tatanan bernegara. “Ambil contoh berita terbaru, Pemerintah mendata dan mengawasi semua HP dan akun medsos mahasiswa: republika.co.id/berita/pendidi… ini sudah berlebihan di jaman reformasi.”
Bahkan menurutnya terkesan ada kontra antara kerja BPIP dengan semangat demokrasi.
“Negeri ini demokrasi bukan menganut paham Uni Soviet zaman KGB dahulu yang memata-matai warganya. Apakah Pancasila dalam lembaga BPIP akan bertentangan dgn demokrasi? Tidak.” Begitu, lanjutnya, yang terjadi pada kasus Prof. Suteki (dosen Pancasila tapi dituduh anti Pancasila) ini membuktikan negara tidak dewasa dalam berpancasila, negara tidak menerapkan prinsip working Ideology (penerapan ideologi).
“Tidak boleh Pancasila di hadirkan untuk momen-momen memukul rakyatnya yang kritis, negara harus hadir menjadi orang tua yang mengayomi semua anak-anaknya, menghadirkan keadilan bagi rakyatnya.” (Robi/voa-islam.com)