JAKARTA (voa-islam.com)- Saya mengenal beliau, Prabowo Subianto sebelum tahun 1998. Sebagai aktivis mahasiswa Universitas Indonesia (UI) kami sering bergerilya bertemu elit negeri yang sedang nampak berbeda gagasan.
Ada kelompok reformis ada yang status quo. Kata-kata ini sangat terkenal di kalangan aktivis dahulu. Mahasiswa sedang gelisah.
Saya bertemu sejak sebelum 1998 dalam banyak momen. Menarik saja mendengar, berkenalan atau berdiskusi dengan seorang di masa itu yang kompleks identitasnya; anak Prof. Sumitro, guru besar kami di FEUI, menantu Pak Harto yang sedang sangat berkuasa, dianggap berwarna “hijau”.
Di zaman orde baru sangat berkuasa, jarang orang yang boleh nampak membangun akar ke bawah. Prabowo tidak membangun jaringan ke bawah tapi ia hadir dalam pertemuan dua arus hijau; tentara dan Islam, Pasca rezim Beni Moerdani di TNI yang jadi momok kelompok Islam.
Jadilah Prabowo dan Habibie (di kalangan sipil) menjadi tumpuan baru kelompok yang merindukan sikap negara yang lebih baik terhadap mereka. Dua orang itu berhasil dipecah. Tetapi Arus besar tetap ada. Dan Prabowo menjalani takdirnya sebagai manusia yang berada di tengah gejolak.
Saya seperti merasakan betul bagaimana dua aktor ini “terpaksa muncul” lalu dimatikan. Pak Habibie hanya diberi kesempatan memimpin bangsa ini setahun 7 bulan. Padahal dalam masa singkat itu beliau menuai prestasi yang luar biasa. Tapi ia dicitrakan sebagai monster yang bahaya.
Memang dosa Prabowo adalah terlalu dikenal oleh musuh-musuhnya. Hal ini karena narasi yang ia bangun saat orde baru sama saja dengan sekarang; ia seorang pembaharu. Lebih 20 tahun lalu saya melihat dia juga berpidato berapi-api sebagai Pangkostrad atau DANJEN Kopassus. Di zaman Orba.
Titik krusial bagi Prabowo adalah pergantian dari Pak Harto ke Pak Habibie. Rezim baru segera dihasut untuk membencinya sampai beliau menjaga jarak jauh dengan penguasa. Tapi beliau patriot negara. Apapun ia akan tetap patriot negara. #Milad67Prabowo
Bagaimana lingkar kekuasaan pada zaman itu tidak curiga dia akan kudeta? Itulah yang sampai sekarang masih jadi cerita. Padahal itu berbalik dengan kenyataan yang ada. Prabowo sangat menghormati Pak Habibie, mustahil ia menikam dari belakang. #Milad67Prabowo
Tantangan besar bagi Pak Prabowo sekarang adalah tampil di depan rakyat dan bangsa Indonesia apa adanya. Ceritakan segalanya apa adanya. Kembalikan memori sebuah bangsa tentang sejarah yang benar. Jangan biarkan orang mengarang cerita fiksi tentang dirinya. #Milad67Prabowo
Begitulah saya mengenal pak Prabowo sudah lebih dari 20 tahun ini. Saya mengerti pada pusaran politik apa dia berputar, saya juga mengerti bagaimana upaya orang menghancurkan karakternya. Ada banyak fiksi yang mereka bangun tentang orang yang hari ini berumur 67 tahun.
Tapi itulah tugas narator pasangan Prabowo-Sandi ke depan. Lawanlah fiksi itu dengan memori sejarah yang benar. Sebab tanggal 17 April 2019 sudah dekat. Hari ketika rakyat akan memilih presiden NKRI dalam ruang kotak suara yang tertutup. Prabowo atau Jokowi. Entah.
*Wakil Ketua DPR RI, Fahri Hamzah