JAKARTA (voa-islam.com)- Pada prinsipnya, menurut Fadli Zon kerja intelijen adalah sebuah 'kerja tertutup' yang merupakan wewenang negara demi menjaga kondisi keamanan dan ketertiban di masyarakat. Pengguna data intelijen adalah Presiden.
Produk intelijen digunakan oleh Presiden sebagai bahan pertimbangan untuk menentukan kebijakan pemerintah. “Secara normatif, UU No. 17/2011 tentanh Intelijen Negara Pasal 27 Badan Intelijen Negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf a berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Presiden. Pasal 29 BIN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (1) bertugas: melakukan pengkajian dan penyusunan kebijakan nasional di bidang Intelijen; menyampaikan produk Intelijen sebagai bahan pertimbangan untuk menentukan kebijakan pemerintah,” demikian cuitannya.
Ia pun mengusulkan sudut pandang atas kajian BIN. Pertama, BIN tidak boleh merilis hasil kajian langsung kepada publik.
Sebab, data intelijen adalah raw material yang masih harus diolah oleh pemerintah sebelum menjadi kebijakan tertentu.”
Jadi, kata Fadli, data intelijen itu bukanlah barang jadi yang bisa begitu saja dikeluarkan ke publik. Data intelijen juga bukan kebijakan, apalagi hukum.
“Kita adalah negara hukum. Dan hukum sifatnya post factum. Jika prinsip ini dilanggar, bisa muncul kegaduhan luar biasa akibat munculnya sikap curiga-mencurigai antar anak bangsa. Ini bisa merusak stabilitas.”
Sebelumnya Fadli menyoroti temuan BIN tentang 50 penceramah dan 41 masjid di lingkungan pemerintahan yang terpapar paham radikal. Kajian BIN berangkat dari temuan survei Rumah Kebangsaan dan Dewan Pengawas P3M (Perhimpunan Pengembangan Pesantren dan Masyarakat). P3M melakukan survei di 100 masjid di lingkungan pemerintah.
Hasilnya, 41 di antaranya digolongkan terpapar radikalisme. BIN kemudian mendalami lebih lanjut temuan tersebut. Hasil temuan BIN, 41 masjid di lingkungan Kementerian dan BUMN terpapar paham radikalisme. Dari 41 masjid yang disebut terpapar paham radikal, 17 di antaranya berkategori tinggi, 7 masjid kategori rendah, dan 17 masjid kategori sedang. Selain itu, ada tujuh perguruan tinggi negeri (PTN) yg juga diduga terpapar paham radikalisme.
“BIN tidak menjelaskan siapa-siapa saja penceramah atau terafiliasi dengan kelompok-kelompok apa si penceramah tersebut. Sedangkan untuk masjid yang terpapar, BIN juga tak mengungkapkannya, karena dianggap rahasia.”
(Robi/voa-islam.com)