View Full Version
Sabtu, 15 Dec 2018

Gerindra Desak KPK Audit Data Pupuk Bersubsidi

JAKARTA (voa-islam.com)- DPP Partai Gerindra melihat ada perbedaan data antara Kementerian Pertanian (Kementan) dan data Badan Pusat Statistik (BPS) soal produksi padi tahun 2018. Kementan mengklaim produksi padi pada 2018 mencapai kisaran 80 juta ton. 

“Sementara itu BPS melansir produksi padi hanya 56,54 juta ton di periode yang sama. Kenapa ada perbedaan data antara @kementan dan @bps_statistics?” demikian cuitannya.

Apakah metode penghitungan yang berbeda? Publik harus tahu ini tentang hal ini, lanjut Gerindra mencuit.

Menurut Gerindra, audit sangat penting dilakukan kepada PT Pupuk Indonesia karena berkaitan erat dengan penganggaran pupuk subsidi dalam negeri. Subsidi pupuk di tahun 2018 mencapai Rp28,5 triliun. 

“Lalu pada 2019, subsidi pupuk ditingkatkan menjadi Rp29,5 triliun. @KPK_RI. Tapi outputnya dari penambahan anggaran tersebut malah menunjukkan produksi padi yang tidak sinkron antara @bps_statistics dan @kementan.”

Dengan kata lain, Gerindra mempertanyakan data yang mana, yang digunakan untuk menentukan subsidi pupuk yang digunakan dan dalam posisi tersebut. “Kita berharap jangan sampai metode penghitungan dijadikan cara untuk bermain-main anggaran pupuk subsidi. Oleh karena itu Partai Gerindra meminta agar @KPK_RI aktif soal ini.”

Kita mengetahui bahwa PT. Pupuk Indonesia mengklaim hingga akhir Desember 2018 ini sudah mendistribusikan 8.345.804 ton pupuk subsidi atau sekitar 88 persen dari target yang dicanangkan pemerintah.

Terlepas dari angka penyaluran pupuk subsidi diatas 80 persen, Partai Gerindra melihat perlunya @KPK_RI melakukan audit, karena faktanya ada data yang tidak sama antara @Kementan dengan @bps_statistics produksi padi tahun 2018.”

Pada 2017 lalu, misalnya, Gerindr mengamati ada Laporan Hasil Kajian Kebijakan Subsidi di Bidang Pertanian yang terbit pada awal Maret. “@KPK_RI menemukan kerawanan korupsi di program subsidi. @kementan.”

Kerawanan tesebut, kata partai yang dipimpim Capres 01 tersebut, terdapat pada program-program seperti; Perencanaan alokasi pupuk dan benih bersubsidi, mekanisme penetapan Harga Pokok Penjualan (HPP) dan pengawasan yang tidak maksimal.

Dalam kajian tersebut disampaikan mekanisme penetapan HPP dapat membuka celah transaksional. 

“Selama ini, HPP terbagi menjadi dua yakni HPP awal oleh @kementan dan HPP yang telah diaudit oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Dalam hal tersebut @KPK_RI peluang transaksional kental muncul saat proses penilaian riil HPP, terutama saat menentukan komponen biaya produksi yang layak masuk sebagai penyusun HPP.

Oleh karena itu hal ini lah yang harus kita cari tahu lebih dalam.”

(Robi/voa-islam.com)


latestnews

View Full Version