JAKARTA (voa-islam.com)- Politisi partai Demokrat, Ferdinand Hutahaean mencoba mengurai sebab mengapa divestasi saham Freeport diklaim sebagai prestasi rezim Jokowi. Atau menurut dia malah klaim tersebut sebaliknya.
Berikut cuitan lengkapnya, Ahad (23/12/2018):
Selamat pagi jagad pembantaian sosial politik temlen yang belakangan ini semakin kejam. Menjadi senapan mesin pembunuh yang mengerikan. Tweeps! Mari kita bahas Freeport yang KATANYA dan KLAIM pemerintah sebagai prestasi. Benarkah itu prestasi atau justru kebodohan? Mari kita bahas.
Ada 2 hal yang sangat TIDAK SEHARUSNYA kita lakukan sebagai bangsa dan sebagai pemilik tambang Freeport yaitu, (1) Membeli milik sendiri dengan membayar sebesar sekitar Rp57 T; 2) Memperpanjang kontrak hingga 2041 dalam bentuk IUPK.
Budiman Sudjatmiko dalam tweetnya menyebut bahwa SBY yang memperpanjang kontrak Freeport. Saya harus nyatakan Budiman Sudjatmiko BOHONG dan MENEBAR HOAX. TIdak pernah ada perpanjangan kontrak Freeport oleh SBY dan kabinetnya.
Era SBY, Juli 2014 pernah dilakukan negosiasi dengan Freeport, dengan menuangkan sebuah draft MOU yang berisi 6 butir hal-hal yang sifatnya berpihak kepada bangsa di antaranya Divestasi, peningkatan Royalti, Pajak, Smelter, IUPK dan BPK sebagai auditor terhadap Freeport. Ini bagus, tapi tidak tuntas.
Dalam draft MOU itu, apabila 6 butir permintaan Indonesia dipenuhi, maka Freeport akan diperpanjang kontraknya 2 X 10 tahun, namun semua ini kandas karena belum selesai. Kabinet SBY berakhir Oktober 2014. Negosiasi kemudian diteruskan oleh Kabinet Jokowi.
Selepas SBY, semua negosiasi dan point pointnya menjadi hak dari kabinet Jokowi dan berubah. Dengan demikian, apa yang disampaikan oleh Budiman Djatmiko tentang perpanjangan Kontrak Freeport adalah bohong. Yang memperpanjang Kontrak adalah Jokowi.
Divestasi saham oleh rezim Jokowi kemudian harus memggelontorkan UANG BESAR dari UTANG untuk membeli milik kita sendiri sebesar +/- Rp57 T, padahal kita bisa memiliki saham Freeport tanpa membayar, hanya butuh keberanian dan nyali, bkn pura-pura berani dan pura-puta bernyali.
Ada 2 cara untuk memiliki Freeport secara gratis. (1) Menyatakan kontrak berakhir 2021 dan melakukan negosiasi ulang dengan Freeport untuk membangun operasi bersama dalam bentuk Perusahaan Patungan (Joint Venture) antara Indonesia dengan Freeport Mcmoran. Saham 51 persen dan 49 persen.
Pola ke 1 tadi menggunakan aset, cadangan mineral ditambang kita sebagai penyertaan modal, dan Freeport menggunakan peralatan dan sarana kerja sebagai penyertaan modal. Tak perlu membayar untuk memiliki kembali milik kita.
Cara ke (2) Bila Freeport tidak bersedia nego, maka kita buka tender internasional terbuka untuk mengundang investor mengelola Freeport dengan konsep operasi bersama, atau Joint Venture. Saya yakin akan berebutan investor untuk datang mengelola tambang sebesar Freeport. Kita dapat gratis.
Apa yang dilakukan oleh Pemerintah Jokowi? Mencari utang baru dan membayar untuk memiliki milik sendiri. Bahkan dengan memberikan bonus perpanjangan kontrak hingga 2041. Ini bukan keberhasilan, tapi sebuah KESUKSESAN SEMU yang dibanggakan.
Baiklah kita coba ikuti cerita kesuksesan itu. Kita ucapkan selamat. Mari bicara aturan dan logika waras tentang kesuksesan itu. Mari kita uji benarkan sudah kembali kepangkuan ibu pertiwi atau kita jadi orang kaya bodoh yang jadi anak bawang di Freeport?
Sesuai UU BUMN, Definisi BUMN menurut Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh negara melalui penyertaan secara langsung yang berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan.
Atas UU tersebut, di mana saat ini Freeport sahamnya sudah dimiliki 51 persen oleh Indonesia, maka kita mendesak pemerintah agar segera mengubah Freeport sebagai BUMN. Sahamnya sudah kita miliki mayoritas. Jgn pura-pura sukses, mari kita lanjutkan kesuksesan itu jika betul sukses.
Sebelum mengubah status Freeport menjadi BUMN, maka kita minta pemerintah MEMBUKTIKAN bahwa pembelian saham ini BUKAN KEBODOHAN, dengan cara MENGGANTI MANAGEMENT Freeport untuk MENGAMBIL ALIH operasional perusahaan.
Bila pemerintah tak mampu mengganti management Freport saat ini dengan porsi saham kita mayoritas, mengambil alih komando operasi, maka harus saya nyatakan bahwa PEMBELIAN SAHAM itu bodoh karena Freeport tetap milik asing dan kita cuma anak bawang yang menunggu bagian dari asing.
Kunci dari semua klaim kesuksesan pemerintah adalah MENGGANTI MANAGEMENT dan kemudian MENGUBAH STATUS FREEPORT menjadi BUMN. Jika itu tidak bisa dilakukan, artinya Freeport tdk kembali ke ibu pertiwi, masih dikuasai asing dan pemerintah betul-betul bodoh.
Saya melihat saat ini kontrol perusahaan masih ada di Freeport dan mengendalikan operasional dan kebijakan perusahaan. Sementara Indonesia, hanya akan menunggu pembagian deviden, itupun kalau dibagi management, kalau tidak? Mau apa kita?
Risikonya bila deviden tak dibagi atau ditahan dengan alasan investasi operasional untuk tambang bawah tanah maupun membangun smelter, maka Inalum berpotensi gagal bayar cicilan utang dan bunga pembelian saham Freeport.
Ini sangat mungkin terjadi, potensinya besar mengingat catatan deviden. Freeport punya catatan hitam tidak membagi deviden pemerintah dan royalti dengan alasan ditahan untuk investasi.
Pernah juga ditahan tidak dibayar karena keuangan Freeport tidak mampu.
Apa yang terjadi bila peristiwa ini terulang nanti? Bencana bagi Inalum. Perpanjangan kontrak, membayar +/- Rp57 T, tak mampu ambil alih kontrol perusahaan, adalah bukti bahwa semua cerita sukses prmerintah atas Freport adalah KEBODOHAN YANG DIBANGGAKAN.
Terakhir, semoga masyarakat menjadi paham atas cerita cerita dongeng pemerintah. Kesimpulan saya secara pribadi, Freeport masih milik asing, dikontrol asing dan kita memberi asing itu uang besar untuk pesta di atas kemiskinan rakyat kita.
(Robi/voa-islam.com)