JAKARTA (voa-islam.com) - Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI), Fahri Hamzah menilai, UU ITE yang digunakan penyidik dalam kasus yang menjerat musisi Ahmad Dhani memiliki standar ganda. Bagaimana mungkin, dari banyaknya pengguna media sosial yang menuliskan kata-kata 'kasar' soal penistaan agama, hanya Dhani yang dijerat.
"Kan berbahaya sekali kalau kalimat (Dhani) itu yang tidak ada alamatnya, kecuali kalau ada yang tersinggung. Yang tersinggung tidak bisa diwakili satu orang, kami adalah pendukung penista agama, maka kami protes! Lho, kok pendukung penista agama, nanti kalau gitu koruptor fight back bisa juga dong," tegas Fahri di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Selasa hari ini.
Fahri melanjutkan, setiap kejahatan termasuk penistaan terhadap agama telah memiliki aturan hukumnya tersendiri. Tidak tepat jika protes atau kritik terhadap salah satu perbuatan yang melanggar hukum, sebagaimana yang dilakukan Dhani, kemudian berbalik arah, menjadikan pengkritik tersebut tersangka.
"Misalkan orang bilang pelaku pembunuhan layak atau pendukung pekaku pembunuhan layak diludahi, itu nanti kita masuk menjadi tersangka atau terpidana. Nanti ada yang kritik korupsi di facebook-nya masuk bui semua dong kalau begitu," terang dia, lapor Gatra.com.
Dengan kasus seperti ini, Fahri minta kepada calon wakil presiden 02, Prabowo Subianto, agar menghentikan penyalahgunaan UU ITE saat berkuasa nanti. Tidak boleh ada penganiayaan terhadap kebebasan pendapat lewat kehadiran UU tersebut.
"Orang tidak bisa menjadi tersangka hanya karena membuat penghinaan, harus ada alamatnya. Bahkan menghina lembaga kepresidenan itu tidak bisa dipidana lagi. Yang bisa dipidana, menghina presiden itu juga kalau presidennya lapor," tegas Fahri.[fq/voa-islam.com]