View Full Version
Rabu, 30 Jan 2019

Penerapan Hukum di Rezim Jokowi Mengganggu Demokrasi

JAKARTA (voa-islam.com)- Aspek keadilan dan integritas penegakan hukum di bawah pemerintahan Presiden @jokowi memang benar-benar mengganggu perjalanan demokrasi kita. Saya tak akan mengeksaminasi vonis 1,5 tahun penjara Ahmad Dhani. Sebagai pribadi, Saudara Dhani, saya kira sejak awal sangat fair dan gentleman dalam menghadapi kasusnya. Ia siap menerima kemungkinan terburuk sekalipun.

Namun kasus yang menimpa Saudara Dhani benar-benar menguji integritas penegakan hukum. Dan ini pantas membuat kita gelisah. Sejak awal, sbgmn halnya pandangan sejumlah ahli hukum pidana, saya berpandangan tuduhan ujaran kebencian yang disangkakan kepada Saudara Ahmad Dhani sangat prematur dan dipaksakan. Kasus itu lebih bermakna politis ketimbang hukum.

Secara sosiologis, bagaimana bisa Saudara Dhani dituduh memiliki sentimen SARA, padahal ia sendiri hidup di tengah keluarga yang memiliki keberagaman? Bagaimana bisa sebuah pendapat politik yang dilontarkan dengan gaya sarkastik, sebuah ekspresi bahasa yang biasa digunakan dalam retorika, dihakimi dengan tuduhan ujaran kebencian?

Tak ada yang lebih buruk daripada memperhadapkan perbedaan pendapat dengan sebuah delik pidana. Bagi saya, kasus Ahmad Dhani ini mewakili kegelisahan banyak orang tentang bagaimana hukum hari ini tak lagi tunduk pada rasa keadilan publik, tapi tunduk pada selera kekuasaan.

Berkali-kali Saudara Dhani dijerat oleh berbagai tuduhan dan aduan, mulai dari kasus makar hingga persekusi, namun ia kemudian dijadikan terdakwa untuk kasus ujaran kebencian. Padahal, sebagaimana diutarakan ahli hukum pidana, ujaran kebencian bukanlah merupakan suatu pendapat. Ujaran kebencian merupakan upaya seseorang untuk melekatkan predikat tertentu terhadap seseorang atau kelompok.

Cuitan Ahmad Dhani di akun media sosialnya adalah sebuah pendapat dan sikap politik. Dia tak pernah menyebut nama atau merujuk kepada entitas SARA tertentu. Ada rasa keadilan yang tidak terpenuhi sejak awal. Dulu, misalnya, Saudara Basuki Tjahaja Purnama yang pernah bikin gaduh dan bikin marah orang seluruh Indonesia saja, ia oleh jaksa hanya dituntut ancaman hukuman satu tahun penjara.

Namun, kasusnya Dhani yang tak jelas siapa korban tuduhan ujaran kebenciannya, atau tidak jelas subyek hukum yang merasa dirugikannya, ia dituntut dua tahun hukuman oleh jaksa, dan kini telah divonis hakim 1,5 tahun penjara. Menurut saya, sejak awal seluruh kasus yang mencoba menjerat Saudara Dhani memang sulit dilepaskan dari soal politik. Ia bagian dari barisan oposisi pemerintah.

Ia kader partai, bahkan Caleg DPR RI @Gerindra dari Dapil Jawa Timur I. Selain itu, ia juga adalah salah satu juru kampanye nasional #PrabowoSandi. Sebagai figur publik terkemuka, yang pandangan dan sepak terjangnya bisa mempengaruhi banyak orang, aktivitas politik Saudara Dhani sepertinya tidak disukai sejumlah pihak. Kasus ini bisa jadi preseden buruk.

Menghadapkan sarkasme dalam sebuah perdebatan politik kepada delik pidana merupakan tindakan sensor yang intimidatif. Ini adalah sebentuk kriminalisasi bahasa. Mempublikasikan pendapat di media sosial rawan dipidanakan. Jika begitu, horor betul masa depan kebebasan berpendapat dan mengemukakan pikiran di negeri kita.

Sekali lagi, integritas penegakan hukum di bawah pemerintahan @jokowi benar-benar dalam kondisi memprihatinkan. Aparat terbukti tebang pilih dalam melakukan penegakan hukum. Hukum hanya tajam kepada lawan politik, tapi tumpul kepada kawan sehaluan.

Hingga hari ini, misalnya, kasus makian Bupati Boyolali kepada calon presiden kami, Pak @prabowo tidak ada tindak lanjutnya. Padahal, makian seorang pejabat publik kepada tokoh nasional yang sedang running pemilihan presiden adalah tindakan luar biasa. Apalagi, makian itu dilakukan di ruang publik. Ini kan merusak rasa keadilan.

Saya pribadi, misalnya, sudah pernah melaporkan lebih dari selusin aduan kepada aparat penegak hukum, terkait sejumlah delik dan kasus, tapi hingga sekarang tidak ada tindak lanjutnya. Kalaupun diproses, maka prosesnya lamban sekali. Padahal, sebagian besar aduan itu sudah disampaikan lebih dari dua atau tiga tahun lalu. Tahun 2017, misalnya, saya melaporkan dua kasus ujaran kebencian, tapi hingga kini tidak berproses.

Pertanyaannya, laporan saya saja sebagai pejabat tinggi negara diabaikan, bagaimana dengan laporan rakyat biasa yang kebetulan bukan bagian dari pendukung pemerintah? Sebab, di sisi lain, jika aduannya menyangkut orang-orang yang kritis terhadap pemerintah, cepat sekali prosesnya. Ini benar-benar mengusik rasa keadilan masyarakat.

Secara politik, menurut saya salah besar jika iklim penegakan hukum yang menggelisahkan semacam ini dianggap tidak akan berimplikasi pada legitimasi politik pemerintahan yang berkuasa. Pasti ada implikasinya. Seharusnya aparat penegak hukum memperhatikan hal ini.

Penahanan Saudara Ahmad Dhani saya kira akan mendorong kian banyak orang terlibat memperjuangkan perubahan. Sebab, rakyat tidak buta dan tuli. Mereka juga peka dan terusik atas ketidakadilan yang dipertontonkan secara telanjang ini. Kita perlu ingat, demokrasi hanya bisa berjalan dengan baik jika hukum berlaku adil. Itulah yang absen hari ini. Hukum yang tidak adil dan tebang pilih adalah lonceng kematian bagi demokrasi.

*Wakil Ketua DPR RI, Fadli Zon


latestnews

View Full Version