View Full Version
Jum'at, 08 Feb 2019

Hukum menjadi Barang Dagangan dan Keadilan seperti Dompet

JAKARTA (voa-islam.com)- Isu ketidakadilan saat ini telah menjadi perhatian kita semua. Di rezim ini, hukum sudah menjadi barang dagangan di lapak-lapak politik. Hukum diperdagangkan demi kepentingan politik. #HukumAdilUntukSemua

Penguasa hari ini memanfaatkan hukum demi meraih kekuasaan. “Perselingkuhan” hukum dan politik terus terjadi. Tujuannya, jegal-menjegal untuk meraih atau mempertahankan kekuasaan. Politik seperti itu biasanya “memungkinkan yang tidak mungkin”. ”Politics is the art of the possible” Otto von Bismarck.

Celakanya, hukum pun dijadikan mainan oleh rezim saat ini.

Politics is the art of the possible”.

Berbagai persoalan hukum “dimanfaatkan” demi kepentingan politik kekuasaan. Hukum tidak lagi berkenaan dengan rasa keadilan, tetapi soal selera penguasa. Karena itu, setiap persoalan hukum yang berkaitan dengan kekuasaan tidak pernah tuntas.

Persoalan hukum selalu “hilang-muncul” tergantung situasi politik dan kekuasaan. Di luar koridor keadilan, undang-undang menjadi mainan para aparat hukum dan para pemangku kepentingan.

Hukum selalu menjadi “alat tukar” kepentingan yang dipakai untuk menguntungkan penguasa. Rakyat selalu menjadi korban yang terus dikorbankan oleh sistem hukum itu sendiri. Dalam keterkaitannya dengan persoalan kekuasaan politik dan ekonomi, hukum selalu punya mata untuk melihat mana yang menguntungkan dan mana yang merugikan.

Hukum biasanya dilambangkan dengan dewi keadilan yang matanya ditutup, tetapi di Indonesia kain itu sudah diganti dengan uang dan kepentingan pribadi. Tentu karena aparat penegak hukum memandang ‘kekuasaan pengadil' sebagai sesuatu yang melekat pada pribadi, bukan sebagai pelayanan keadilan.

Di manakah keadilan ketika kekuasaan menyatukannya dengan kepentingan politik? Jawabannya, keadilan hanyalah retorika belaka. Keadilan sudah milik elite politik dan orang kaya. Defenisi keadilan telah tersimpan dalam dompet mereka. Sehingga, untuk kepentingan tertentu, persoalan hukum dapat dibuka dan ditutup.

Hukum pun berjalan seperti drama telenovela yang nyaris tidak berkesudahan. Drama hukum pun selalu mengemuka di tiap pemelihan umum. Padahal sejatinya hukum harus berada di luar kepentingan apa pun, kecuali keadilan. Itu idealnya. Pakar hukum positif Hans Kelsen mengatakan, tidak boleh ada persoalan non-hukum yang mempengaruhi hukum. Itu disebut pure norm.

Bahkan seharusnya, hukum harus berjalan jauh lebih kedepan berlari melewati persoalan lainya, termasuk soal kekuasaan politik dan kepentingan orang kaya. Tujuannya semata demi keadilan dan kebenaran.

Aturan hukum (the rule of law) diciptakan menyongsong keadilan sekalipun langit runtuh. Oleh karena itu, aparat hukum harus menyelamatkan wajahnya dari praktik-praktik kotor penguasa. E. P Thompson dalam  buku Whigs and Hunters (1977) menulis, tujuan aturan hukum adalah “to impose effective inhibitions upon power and the defence of citizen from power’s all –intrusive claim’s.

Suka atau tidak suka, hukum harus melepas kemesraanya dengan politik, dan mempertahankan kepentingan umum dari praktik-praktik politik yang kotor. Dengan demikian, aturan hukum adalah perangkat demokrasi. Dengan dan melalui hukum, hak-hak publik dan kepentingan publik dilindungi.

Ketika praktik politik kekuasaan melenyapkan hak dan aspirasi publik, hukum harus menjadi perisai pelindung kepentingan umum. Ketika kita kembali pada konsep Rousseau tentang “kontrak sosial” (du social conctracte), suatu negara terbentuk atas perjanjian yakni melindungi segenap kepentingan warganya.

Mengutip filsuf Prancis Michael Foucault, society must be defended. Masyarakat harus dilindungi. Selain itu masyarakat harus melindungi diri dari praktik-praktik politik kotor dan perilaku hukum yang buruk.

Elemen-elemen masyarakat harus bersatu untuk melawan kemunafikan politik dan hukum. Kekuatan rakyat adalah nurani. Ketika politik punya panggung dan hukum punya dalil, masyarakat punya nurani untuk mempertahankan supremasi kekuasaannya dan keadilan. Sebab, keadilan itu bukan wacana, tetapi roh kehidupan bersama.

Prabowo-Sandi bertekad untuk menegakkan supremasi hukum tanpa diskriminasi, adil, dan transparan. Kami ingin juga mencegah pemanfaatan hukum sebagai alat politik kekuasaan, serta menghentikan ancaman persekusi terhadap tiap individu, organisasi, dan kelompok masyarakat terlepas dari latar belakangnya.

*DPP Gerindra on Twitter


latestnews

View Full Version