JAKARTA (voa-islam.com)- Fahri Hamzah mengkritisi UU ITE dengan menyebutnya sebagai kandungan pasal karet. Ada semacam fleksibilitas untuk dikenakan pada orang tertentu dan tidak kepada yang lain.
Pasal yang sama bisa keras kepada si A dan ringan pada si B. Negosiasi dilakukan oleh elit untuk kepentingan citra dan elektabilitas.
“Dan para penggiat HAM, gara-gara anti kepada salah seorang capres yang dianggap melanggar HAM, maka mereka sebenarnya menerima penindasan HAM oleh petahana. Kecuali kalau mulai mengenai diri mereka sendiri,” sindirnya, di akun Twitter pribadi miliknya, belum lama ini.
Mereka, kata Fahri, tidak adil sejak dalam pikiran. Mereka tiran yang sebenarnya.
“Kasus Ratna juga tragedi kebebasan berbicara. Bagaimana ibu berumur 70 tahun menedekam dalam tahanan karena aparat mengenakan UU No.1 tahun 1946 (tuntutan 10 tahun).” Ini adalah UU yang dibuat beberapa hari setelah RI merdeka.
Para pejuang HAM bungkam karena RS mendukung oposisi.”
Sekarang Robert, contohnya, yang muda dan gagah itu bebas karena merupakan bagian dari mereka dan Ratna ibu yang tua 70 tahun itu mendekam dalam penjara karena lawan mereka. “Apakah mungkin Bangsa ini terus diam dengan kezaliman yg menyesakkan dada ini? Aku tidak mau diam. Tidak!”
Kata dia, hukum hari ini adalah hukum rimba. Negara hukum hampir sirna dan kita berada di ambang bencana. “PASAL-pasal lentur, lembaga peradilan yang tak dipercaya dan petugas yang berpihak berat sebelah. Apakah kita tidak merasa bahwa kita dalam bahaya?”
(Robi/voa-islam.com)