View Full Version
Jum'at, 15 Mar 2019

Pengamat: Bubarkan Densus 88 Jika Kasus Siyono Tidak Dapat Diungkap

JAKARTA (voa-islam.com)—Tiga tahun sudah kasus Siyono tanpa kejelasan proses hukum. Direktur Kajian Strategis dan Kebijakan Publik Pusat Hak Asasi Muslim (Pushami), Jaka Setiawan menyoroti kasus Siyono ini.

Menurut Jaka, jika kasus Siyono dan kasus serupa lainnya tidak mampu diungkap, maka perlu kiranya keberadaan Densus 88 dievaluasi. “Polri harus melakukan audit kinerja, anggaran dan bubarkan Densus 88 jika kasus-kasus serupa Siyono tidak bisa diungkap dalang, latar belakang, dan pelakunya,” kata Jaka dalam keterangan tertulis yang diterima Voa Islam, Kamis (14/3/2019).

Dijelaskan Jaka, kasus yang menimpa Siyono ini merupakan pelanggaran HAM berat. “Kasus kematian ini terjadi justru pada masa 7 hari penangkapan yang diartikan secara serampangan oleh aparat Densus 88. Praktek tersebut jelas bertentangan dengan Konvensi Menentang Penyiksaan dan Perlakuan atau Penghukuman lain yang kejam, tidak manusiawi atau merendahkan martabat manusia yang telah diratifikasi melalui UU No. 5 Tahun 1998,” jelas Jaka. 

Istilah “penyiksaan”, ujar Jaka, berarti setiap perbuatan yang dilakukan dengan sengaja, sehingga menimbulkan rasa sakit atau penderitaan yang luar biasa, baik jasmani maupun rohani, pada seseorang untuk memperoleh pengakuan atau keterangan dari orang itu atau orang ketiga.

Apa yang dilakukan Densus 88 kepada Siyono dikategorikan arbitrary detention. “Tindakan penahanan sewenang-wenang (arbitrary detention) melanggar Pasal 18 ayat (1) UU No 8 Tahun 1981 dan Pasal 34 UU No 39 Tahun 1999 yang menyebutkan bahwa setiap orang tidak boleh ditangkap, ditahan, disiksa, dikucilkan, diasingkan, atau dibuang sewenang-wenang,” ungkap Jaka.

Dengan demikian, lanjut Jaka, tindakan arbitrary detention merupakan pelanggaran HAM. Pasal 33 ayat (1) Setiap orang berhak untuk bebas dari penyiksaan, penghukuman atau perlakuan yang kejam, tidak manusiawi, merendahkan derajat dan martabat kemanusiaannya dan Pasal 34 UU No 39 Tahun 1999 menyebutkan bahwa Setiap orang tidak boleh ditangkap, ditahan, dipaksa, dikecualikan, diasingkan, atau dibuang secara sewenang-wenang. 

Hak untuk tidak disiksa ini merupakan hak yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapun dan oleh siapapun sebagaimana yang dimaksud Pasal 4 UU HAM 1999. “Dalam praktek yang dilakukan oleh Densus 88 selama ini, dengan mengkategorikan Terorisme sebagai Extra Ordinary Crime, maka kategori ini dijadikan oleh negara melalui tangan Densus 88 melakukan praktek Extra Legal Procedure yang berakibat terjadinya Gross Violation of Human Rights,” demikian Jaka Setiawan.* [Syaf/voa-islam.com]


latestnews

View Full Version