View Full Version
Ahad, 24 Mar 2019

Capres yang Terus Dibombardir Fitnah

JAKARTA (voa-islam.com)- Saya mendengar Sebuah Pidato  berjudul #NoblesseOblige tadi sore, Sabtu 23/3/2019, sekitar pukul 14:30. Saya mendengarnya langsung. 

Ini bukan pidato politik seorang politisi, atau pidato seorang jenderal, tapi sebuah pidato Ulang Tahun ke-100 ibu Sukartini S. Djoyohadikusumo.

Ya, ibu Tien (demikian beliau dipanggil) sedang berulang  tahun ke-100. Beliau sebetulnya lahir 19 Maret 1919. Tapi tuan rumah, “keponakanku yang berani” (My Brave nephew), sebutan beliau kepada @prabowo, tuan rumah acara tadi baru bisa merayakan hari ini. #NoblesseOblige

Ibu Sukartini adalah adik kandung Prof. Sumitro Djoyohadikusumo yang merupakan ayah dari @prabowo. 

Saya diundang melalui Sdr. @fadlizon karena beberapa kali ketemu dan tertarik dengan beberapa pandangan saya di media massa. Maka pidato beliau #NoblesseOblige memukau saya.

Pidato itu tidak saja memukau karena disampaikan oleh orang yang punya umur 100 tahun. Tapi karena makna yang terurai. #NoblesseOblige adalah frasa bahasa Perancis yang secara singkat maknanya “kehormatan mendatangkan tanggungjawab”. 

Saya tergetar mendengar uraian ini. Kata ibu Tien, falsafah #NoblesseOblige sering ia dengar dari ibunya, dan rupanya menjadi bagian dari nilai yang mereka hayati. 

Entah, tiba-tiba beliau ingin menyampaikannya pada hari ulang tahunnya, di samping tuan rumah @prabowo yg sedang meminta mandat dari rakyat. Bagian yang paling mengharukan dari pidato itu adalah ketika beliau mengajukan pertanyaan kepada @prabowo.

“Setelah saya sampaikan soal #NoblesseOblige, saya ingin bertanya kepada keponakan saya yang pemberani, apa pendapatmu?” Saya duduk di sisi @prabowo, ia seperti diuji.

Calon presiden itu bangun, memenuhi permintaan perempuan yang lahir di awal abad lalu dan melalui INDONESIA, sejak sebelum merdeka, perang dan bergolak menjadi seperti sekarang. @prabowo mulai dengan pelan. Ia mengurai kembali makna #NoblesseOblige yang juga sering ia dengar.

Kata @prabowo, “demikiankah tugas kita, kita yang memahami karena ilmu, belajar tentang ke-kesatriaan dan akhirnya memiliki kemuliaan, tidak lain dan tidak bukan adalah untuk memikul tanggungjawab kepada kepentingan rakyat dan masyarakat kita”. Pada bagian akhir ia terhenti.

Dan @prabowo melanjutkan, dalam suasana haru, hening sesaat, ibu Suhartini menatap kepadanya, saya tertunduk, “maka, yang saya sering dengar dari ayah saya, adalah kalau kita harus menolong, kita harus menolong rakyat (Prabowo terhenti)”, seisi ruangan mengikuti keharuan.

Dan lanjut @prabowo masih dalam suasana Hening itu, “maka kalau kita harus membela, kita memilih untuk membela rakyat kita yang miskin”, ia terhenti lagi dan semua bertepuk tangan. Demikiankah Responnya atas pidato ulang tahun #NoblesseOblige ibu Tien yang penuh keharuan.

Terus terang, mata saya berkaca-kaca di sebelah calon presiden yang paling banyak difitnah oleh musuh-musuhnya itu. Saya tahu @prabowo sejak kuliah dan saya tahu pidatonya sejak dulu tidak berubah. Ia ingin membela rakyat pada saat yang sama, ia ingin disingkirkan dari gelanggang.

Sementara musuh @prabowo jelas motifnya, mereka ingin selalu menunggangi kekuasaan agar terus bisa melayani  diri dan kelompoknya. Mereka tidak perduli rakyat dapat apa, mereka ingin terus pesta pora di atas dusta dan kebohongan. 

Padahal kemuliaan berakibat tanggungjawab. Saya cukup umur untuk memahami mana pidato yang melayani elite dan kelompok tertentu dan mana pidato #NoblesseOblige seperti yang disampaikan oleh ibu Pejuang berusia 100 tahun itu. @prabowo telah meyakinkan banyak orang, ia mengerti bahwa kemuliaan melahirkan tanggungjawab.

Selamat Ulang Tahun ke-100 Ibu Sukartini S. Djoyohadikusumo. 

Hari ini saya melintas memori panjang bangsa ini untuk menegakkan kemuliaan rakyat dan bangsa. Kita doakan juga pak @prabowo dan pak @sandiuno sabar melalui hari-akhir akhir kampanye, tetap dengan prinsip #NoblesseOblige.

 

*Wakil Ketua DPR RI, Fahri Hamzah


latestnews

View Full Version