JAKARTA (voa-islam.com)- Wakil Ketua DPR RI, Fahri Hamzah kembali menyoroti penyelenggara Pemilu. Kata dia, ada kesan bahwa penyelenggara menyuruh para kontestan untuk berlaku curang.
Kesan saya, penyelenggara pemilu bilang gini, ‘Salah sendiri gak curang, pemilu ini memang di-disain curang kok, silahkan curang sebesar-besarnya dan kecurangan yang tidak bisa dibuktikan akan menjadi kemenangan yang sah. Selama gugatan tidak mengurangi angka curang maka sia-sia saja!’” demikian cuitannya, Rabu (15/5/2019).
Sebagai orang yg memutuskan tidak ikut kompetisi tahun ini, ia mengaku mendengar tentang massifnya kecurangan di pemilu kali ini. Hal ini ia akui didengar bukan saja dari yang kalah tapi juga dari yang memang.
“Tapi penyelenggara pemilu tidak menerimanya dengan keprihatinan. Dulu ada kecurangan, retail dan kecil, diam-diam dan hanya buah bibir.”
Sekarang, lanjut dia, kecurangan telah kita peringatkan tapi didiamkan, mulai dari rekayasa DPT, manipulasi pencoblosan sampai sulap menyulap rekap suara. Sikap penyelenggara pemilu sama, memuji diri sendiri dengan segala cara.
“Masih ada waktu untuk bersikap arif dan bIjaksana; paling tidak, sudilah mendengar apa adanya, akuilah kelemahan dan mau membentuk tim investigasi bersama agar hasil pemilu ini bersih dan legitimate diterima oleh semua pihak dan melahirkan pemimpin berwibawa dan terhormat.”
Sikap penyelenggara pemilu yang mau menang sendiri sekarang ini ia khawatirkan akan menyebabkan lahirnya goncangan di tengah publik. Tidak ada yang tampil menjawab kegelisahan publik.
“Yang banyak adalah yang membela diri secara berlebihan bahkan mengancam yang bertanya. Nanti kalau kegelisahan ini menjadi bara api yang menyebar, kesadaran kita terlambat sudah. Janganlah sampai kiranya.”
Penyelenggara pemilu dan pemerintah sebagai penanggungjawab diingatkan olehnya jangan menghadapi masyarakat dengan ancaman dan senjata. Berbahaya. Radikalisasi di depan mata.
“Pada massa (crowd) itu, hukum kekekalan energi juga berlaku. Energi masyarakat itu ada untuk disalurkan karena ia tidak bisa dimusnahkan atau diciptakan.” Semakin keras ditekan, kata Fahri, maka ia akan melawan tapi jika disalurkan ia mengalir memberi manfaat. Sekarang publik dinilainya merasa ditekan.
“Bisakah penyelenggara pemilu mengubah mentalitasnya dari yang menolak menjadi yang menerima? Bisakah semua yang bertugas justru datang dengan keterbukaan dan mempersilahkan semua bicara dan mendapat jawaban memuaskan?“
Kalau tidak, ia menyumbat. Dan bisa meledak.
(Robi/voa-islam.com)