JAKARTA (voa-islam.com)—Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) membuat laporan bertajuk Netralitas, Diskresi, dan Kultur Kekerasan Masih Menjadi Tantangan Polri. Laporan ini dibuat KontraS bertepatan dengan Hari Bhayangkara ke-73 yang jatuh pada 1 Juli 2019.
Dalam laporan tersebut, KontraS dalam kurun waktu Juni 2018 hingga Mei 2019 mencatat 643 kasus kekerasan yang diduga melibatkan anggota Kepolisian Republik Indonesia (Polri).
Koordinator KontraS Yati Adriyani mengungkapkan, penggunaan senjata api masih menjadi sorotan dalam tiap peristiwa pelanggaran HAM yang dilakukan oleh aparat kepolisian. KontraS menemukan dalam setahun terakhir penggunaan senjata api oleh anggota kepolisian menyebabkan terjadinya 423 peristiwa penembakan yang mengakibatkan 435 jiwa luka –luka dan 229 tewas.
Diungkapkan pengaduan dan pendampingan KontraS, penggunaan senjata api menjadi instrumen dominan dari tindakan kepolisian dalam menangani sebuah kasus. “Beberapa kasus yang kami terima, di antaranya penembakan terhadap Apria (Sumatera Selatan), Ridwan (Sigi), Indra (Sorong), dan Mince dan Nelma (Halmahera Selatan) menjadi korban penembakan dan penyiksaan. Penggunaan senjata api oleh pihak kepolisian menggunakan pola yang seragam, seperti (1) korban diduga melawan aparat, (2) korban hendak kabur dari kejaran polisi,” ungkap KontraS.
Sementara, dari anggota kepolisian yang melakukan tindakan sewenang-wenang tidak mendapatkan hukuman atau sanksi yang bisa membuatnya jera. Bahkan, dalam beberapa kasus, anggota kepolisian berupaya menutup kasusnya dengan meminta maaf dan memberikan surat pernyataan kepada korban yang telah ditembaknya.
Pada laporan ini, KontraS juga menyoroti tindakan arogansi aparat dalam penanganan aksi massa. Diungkapkan KontraS, dalam setahun terakhir,penanganan aksi massa dalam kebebasan berkumpul ini menunjukkan bahwa aparat kepolisian bertindak sewenang–wenang.Peristiwa penyiksaan, penembakan,dan penganiayaan kerap dilakukan ketika menangani massa aksi.
Menurut Yati, penyalahgunaan kewenangan diskresi tidak bisa dibiarkan. Dia mendesak agar penggunaan diskresi memiliki aturan yang jelas.
KontraS kemudian menyoroti kinerja lembaga pengawas internal dan eksternal, yang dinilai lemah dalam menjalankan fungsi korektif atas tindakan dan kebijakan yang tidak sesuai ketentuan oleh institusi kepolisian.
Banyaknya jumlah korban tewas dalam operasi Polri (data dalam infografik) menunjukkan masih banyak anggota Polri yang tidak menerapkan prinsip nesesitas (kebutuhan) dan proporsionalitas sebagaimana diamanatkan Pasal 3 Peraturan Kapolri (Perkap) No 1 Tahun 2009 maupun Pasal 48 Perkap No 8 Tahun 2009 tentang Implementasi Prinsip dan Standar Hak Asasi Manusia dalam Penyelenggaraan Tugas Kepolisian Negara Republik Indonesia.*[Syaf/voa-islam.com]