JAKARTA (voa-islam.com) - Kementerian Komunikasi dan Informatika atau Kominfo tengah mengkaji perlu tidaknya lembaga anyar untuk mengawal perlindungan data konsumen. Kajian itu nantinya akan melengkapi Rancangan Undang-undang mengenai perlindungan data pribadi yang akan diajukan ke Dewan Perwakilan Rakyat.
Beleid itu akan membatasi pihak-pihak agar tidak berlebihan dalam mengambil dan mengolah data pribadi orang lain. Pasalnya, kebiasaan mengambil data secara berlebihan berpotensi kepada pelanggaran privasi konsumen.
"Nah, itu kan perlu diperiksa oleh sebuah pihak, lembaga, atau otoritas, apa betul pemroses data itu sudah mengambil data secukupnya, tidak berlebihan," ujar Direktur Pengendalian Informasi Aplikasi Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) Riki Arif Gunawan di Satrio Tower, Jakarta, Jumat, 5 Juli 2019.
Yang pasti, kalau lembaga ini diputuskan dibentuk, maka akan bertugas untuk mengawasi data pribadi masyarakat sesuai dengan peraturan perundangan yang ada. Apabila nantinya ada sengketa antara pemilik data dan pemroses data, maka otoritas anyar itu lah yang akan menentukan penyelesaiannya seperti apa.
Ia mengatakan wacana itu masih manjadi salah satu topik pembicaraan dalam pembahasan di kementeriannya. Termasuk, apakah lembaga ini nantinya akan bersifat independen atau berada di bawah instansi pemerintah yang sudah ada.
Namun, apabila mengacu kepada The General Data Protection Regulation alias regulasi perlindungan data di Eropa, otoritas itu mestinya berrsifat independen dan memiliki penganggaran sendiri. "Tapi sekarang belum ada bentuk pastinya karena masih dibicarakan," tutur Riki.
Selain soal lembaga anyar, pemerintah juga tengah mengkaji sanksi untuk platform atau pihak yang membocorkan dan menyalahgunakan data pribadi milik orang lain.
Sanksi tersebut bakal diatur dalam Rancangan Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi. "Sanksi akan ada untuk bila ada kebocoran data, akan dikaji berapa besar denda yang harus ditetapkan," ujar Riki. Ia belum bisa menyebut berapa besar nominal denda yang bakal dikenakan untuk pelanggar.
Riki menilai sanksi berupa denda bakal lebih efektif ketimbang teguran maupun pemblokiran aplikasi. Sebab, denda akan langsung berpengaruh kepada perusahaan tadi, lantaran bisa berimbas kepada tutup atau meruginya perseroan. "Berbahaya buat kelangsungan perusahaan, sehingga dia akan hati-hati menyimpan data."
Saat ini RUU Perlindungan Data Pribadi masih dalam tahap harmonisasi di pemerintah. Riki berharap beleid itu bisa segera terbit. Terlebih, aturan ini juga sudah masuk Program Legislasi Nasional tahun ini. "Sebenarnya kendalanya tidak ada, hanya tinggal menunggu persetujuan dari kementerian dan DPR," ujarnya.[tempo/fq/voa-islam.com]