JAKARTA (voa-islam.com)- Kita mengetahui bahwa Pemerintah terus melakukan pembangunan jalan tol. Badan Pengelola Jalan Tol (BPJT) Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) menargetkan bakal melelang enam proyek tol yang sebagian besarnya berada di Pulau Jawa. Total nilai investasi yang dibutuhkan cukup fantastis: sekitar Rp 137,74 triliun. Angka ini hampir setara dengan APBD Banten, DKI Jakarta, dan Jawa Barat pada tahun 2019.
Nah! Mahalnya biaya yang dibutuhkan itu kerap memunculkan masalah. Karena dana yang digunakan berasal dari utang pemerintah atau BUMN. Untuk menutupi utang tersebut, mau tak mau jalan tol yang sudah selesai dibangun dijual ke swasta atau asing.
Konsep pendekatan pembangunan infrastruktur dengan sistem "Bangun-Jual" memang biasa diterapkan di Cina., namun tidak di awali dengan 'Utang'. Nah itu dia perbedaannya.
Lucunya soal pembangunan infrastruktur yang gencar dilakukan pemerintah saat ini; Berhutang untuk membangun, menggunakan material impor sehingga mematikan produksi dalam negeri, dan setelah jadi pun akan dijual ke pihak asing/swasta. Seharusnya tujuan pembangunan jalan raya atau jalan tol seharusnya bukan untuk diprivatisasi seperti itu. Karena langkah Pemerintah untuk menjual, mendivestasi, atau mengalihkan konsesi ke swasta berpotensi melanggar sejumlah ketentuan dalam Undang-Undang.
Apabila infrastruktur tersebut diprivatisasi, maka tujuan dalam pasal-pasal di UUD tentang kesejahteraan rakyat yang menyangkut sarana dan prasarana perekonomian tidak akan tercapai. Karena aset BUMN merupakan bagian dari kekayaan negara sebagaimana yang tertuang dalam putusan MK No.48/PPU-XI/2013.
Lalu bagaimana pendapat sahabat perihal konsep 'Utang-Bangun-Jual' yang diterapkan pemerintah selama ini dalam pembangunan infrastruktur? Silahkan isi kolom komentar dibawah.
*DPP Gerindra on Twitter