View Full Version
Selasa, 23 Jul 2019

Utang, Cina, dan Jebakan

JAKARTA (voa-islam.com)- Kita semua mengetahui bahwa China adalah negara pemberi pinjaman yang dominan di dunia. Hingga marak istilah Diplomasi Jebakan Utang (Debt-Trap Diplomacy).

Namun terdapat fakta baru yang juga mengatakan ternyata mereka sendiri juga terlilit utang yang signifikan. Berdasarkan laporan South China Morning Post, utang China telah meroket hingga 300 persen dari GDP mereka. 

Nominalnya mencapai USD 40 triliun atau Rp558.000 triliun (USD 1 = Rp13.967). Diketahui bahwa utang China semakin menumpuk karena pemerintahnya terus menerbitkan surat utang untuk meringankan ekonomi yang sedang melambat. 

Institute of International Finance (IIF) mencatat utang China hampir menyentuh 304 persen GDP mereka dalam tiga bulan pertama 2019. Household debt (utang rumah tangga) di China juga melesat hingga 54 persen GDP dalam kuartal pertama tahun ini. 

Utang jenis itu merupakan milik masyarakat seperti cicilan rumah atau kartu kredit. China sebenarnya sudah meluncurkan kampanye untuk mengurangi utang dan peminjaman berisiko di negaranya, namun langkah itu terhambat akibat perang dagang. 

Analis menyebut usaha China melawan 'shadow banking', alias jalur peminjaman uang non-bank, juga akan berkurang karena pemerintahnya berupaya menambah stimulus kredit akibat dampak buruk dari perang dagang yang bertambah. Perang dagang juga menyebabkan pertumbuhan ekonomi China merosot hingga 6,2 persen. Pertumbuhan tersebut merupakan yang terendah selama 27 tahun. 

China selama ini masih mengaku sebagai negara berkembang ketimbang negara maju. Ternyata, negara itu terkuak sebagai pemberi pinjaman alias kreditor terbesar di dunia. Menurut CNBC, kucuran utang dari China ke berbagai negara membengkak menjadi lebih dari USD 5 triliun atau Rp69.000 triliun (USD 1 = Rp13.921). Itu berdasarkan data periode 2000 dan 2017. 

Hal itu juga yang telah membuat China menjadi kreditor resmi terbesar melewati IMF dan Bank Dunia. Secara keseluruhan, terdapat 2.000 pinjaman China kepada 152 negara pada tahun 1949-2017. Tercatat sejak tahun 2015 saja ada 50 negara berkembang yang terus menambah utang dari China termasuk Indonesia. 

Negara yang lebih maju biasanya berutang ke China melalui surat utang negara (sovereign bonds).

Sementara, negara berpenghasilan rendah biasa mendapat utang langsung dari BUMN China seperti China Development Bank dan Export-Import Bank of China. Selama ini China dikritik karena menggelontorkan utang lewat program Jalur Sutera Baru mereka. Foreign Policy dan berbagai pengamat kerap menyebutnya sebagai Diplomasi Utang (debt diplomacy).

Masalah lain dari utang China adalah negara itu tidak transparan dalam pelaporan utang. Utang tersembunyi ini memberi dampak berat bagi negara seperti Venezuela, Iran, dan Zimbabwe. Meski bunga utang dari China lebih kecil, mereka memiliki tempo pembayaran yang lebih singkat. China pun siap menerima pembayaran dari sumber daya negara itu seperti minyak dll.

Lalu bagaimana dengan Indonesia?

Beberapa tahun lalu, Sri Lanka harus rela menyerahkan pelabuhannya karena masalah utang ke China. Akibatnya, Diplomasi Utang China juga mendapat julukan Diplomasi Jebakan Utang (debt-trap diplomacy).

*Gerindra on Twitter


latestnews

View Full Version