JAKARTA (voa-islam.com)- Di balik kemenangan yang tertunda itu, banyak pihak menilai bahwa pemilu itu adalah pemilu yang paling buruk sepanjang sejarah Indonesia. Penilaian tersebut muncul karena ada satu praktik ketidakjujuran dan ketidakadilan yang mengisi ruang pemilu itu.
Itulah mengapa Prof. Din Syamsuddin mengatakan “Putusan MK kita hormati, tetapi nurani kita tidak bisa menerima kecurangan”.
Keadaan ini tentu menambah progresifitas perjuangan dengan cara yang lebih intlektual. Umat dan rakyat siap menerima kekalahan tetapi dengan proses yang jujur dan tidak menolak siapapun yang menjadi pemimpin dengan kecurangan. Maka legitimasi rakyat bagi pemenang sangat kecil, yang menguntungkan pemenang adalah legalitas.
Munculnya slogan “menerima kekalahan tapi tidak menerima kecurangan”, memperkokoh pendirian umat dan rakyat untuk tetap menjadi oposisi. Tentu mereka masih berharap Prabowo menjadi aktor dan leader bagi kelanjutan perjuangan oposisi itu.
(Bersambung)