JAKARTA (voa-islam.com)- Niat mulia memenuhi kebutuhan kesehatan melalui BPJS menemui jalan terjal. Selama beberapa tahun terakhir, badan tersebut mengalami persoalan keuangan, sehingga layanannya berada dalam tanda tanya besar.
Berbagai cara telah dilakukan untuk menyehatkan BPJS Kesehatan. Sayangnya belum ada yang bisa mengikis defisit di tubuh mereka sepenuhnya. Dari tahun 2014 hingga saat ini, BPJS Kesehatan selalu mengalami defisit dari tahun ke tahun.
Kemudian solusi datang dari Menko Kemaritiman Luhut Binsar Panjaitan. Ia mengungkapkan bahwa ada perusahaan asuransi dari Tiongkok yang menawarkan diri membantu persoalan defisit BPJS Kesehatan di Tanah Air. Perusahaan itu adalah Ping An Insurance.
Ia menyoroti bagaimana perusahaan tersebut memiliki kemampuan lebih dalam bidang teknologi untuk menjalankan operasional mereka. Tak hanya itu, mereka juga dinilai memiliki pengalaman menangani banyak orang karena melayani lebih dari 400 juta orang.
Meski dianggap bisa membantu menyelesaikan masalah, wacana Luhut ini menuai kritik dari sejumlah kalangan.
Banyak pihak mulai mengaitkan langkah Luhut dan pemerintah secara umum yang kerap menarik Tiongkok dalam berbagai urusan. Lalu, adakah dampak khusus jika perusahaan asing ikut memberikan bantuan dalam pengelolaan jaminan kesehatan nasional seperti BPJS Kesehatan?
Persoalan yang mendera BPJS Kesehatan sebagai penyedia layanan kesehatan publik Indonesia memang seolah tak berkesudahan. Berbagai perkara mulai dari layanan minim hingga defisit keuangan menjadi persoalan yang mendera salah satu badan yang mengelola jaminan sosial masyarakat di tanah air.
Dari tahun ke tahun, defisit yang dialami BPJS Kesehatan hampir selalu meningkat. Pada 2016, defisit yg tercatat berada di angka Rp6,4 triliun. Angka tersebut naik pada 2017 menjadi Rp13,8 triliun.
Pada 2019, kembali terjadi kenaikan defisit hingga mencapai Rp19,4 triliun. Defisit tersebut menyebabkan Menteri Keuangan Sri Mulyani begitu geram karena ia sudah memprediksi bahwa defisit itu akan kembali mengalami kenaikan di tahun 2019.
Di lain pihak, Ping An Insurance adalah raksasa Tiongkok untuk penyediaan layanan asuransi. Perusahaan ini disebut-sebut merupakan perusahaan asuransi terbesar negeri tirai bambu dengan nilai kapitalisasi pasar yang mumpuni.
Ping An juga dianggap sebagai pelopor penggunaan teknologi dalam kesehatan. Dalam keterangan Luhut, perusahaan itu menggunakan kecerdasan buatan dalam menjalankan layanannya.
Selain itu, mereka juga memiliki aplikasi Ping An Healthcare and Technology yang telah menyentuh 800 juta pengguna. Dengan kapasitas Ping An sebagai perusahaan asuransi yang cukup diakui, Luhut berharap bahwa berbagai perkara terutama yang memicu defisit bisa segera diatasi.
Keunggulan teknologi perusahaan itu diharapkan mampu bisa diatasi dengan saran dari perusahaan tersebut. Meski demikian, jika mau adil, sebenarnya masalah yang mendera BPJS Kesehatan boleh jadi tak sepenuhnya terkait dengan pemanfaatan teknologi. Secara umum, defisit yang dialami badan ini kerap dianggap sebagai ujung dari masalah dalam urusan koleksi atau pembayaran. Pada tahun 2018 misalnya, tunggakan iuran mencapai Rp1,2 triliun.
Jika merujuk pada keterangan dari Sri Mulyani, problema yang mendera BPJS juga tidak hanya bersumber dari kolektabilitas saja. Ia menilai banyak rumah sakit nakal yang kerap melakukan penyimpangan sebagai salah satu akar dari masalah yang dialami BPJS Kesehatan.
Merujuk pada kondisi tersebut, wacana Luhut untuk membawa Ping An Insurance membantu BPJS Kesehatan boleh jadi tak sepenuhnya terkait dengan akar masalah dari badan tersebut.
Oleh karena itu, wacana membawa perusahaan Tiongkok untuk mengatasi defisit BPJS menjadi sesuatu yang dapat dipertanyakan penggunaannya. Memang, sejauh ini saran itu masih wacana. Terlepas dari hal tersebut, wacana itu tetap merupakan hal yang bisa memicu kondisi khusus yg tak jarang merugikan. Apalagi, kesehatan merupakan hajat hidup orang banyak yang idealnya bisa terjamin dengan baik.
Dalam kadar tertentu, wacana pelibatan Ping An Insurance dalam upaya membenahi BPJS Kesehatan dapat dianggap sebagai intervensi dari dunia luar kepada urusan nasional negeri ini. Lagi-lagi, memang masih belum jelas batasan apa yang akan dilakukan perusahaan tersebut jika benar-benar membantu BPJS Kesehatan.
Meski demikian, bukan berarti hal itu bisa mengurangi kehati-hatian para pemangku kepentingan dalam menentukan langkah terbaik.
*DPP Gerindra