JAKARTA (voa-islam.com)- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bukan lembaga politik. Dalam UUD 1945 (Konstitusi Negara), politik legislasi hanya diserahkan kepada Presiden dan DPR dan sedikit DPD. Jadi presiden Jokowi berhak punya politik legislasi.
DPR berhak punya politik legislasi. Dan DPD terkait daerah. Tapi KPK tidak punya hak legislasi.
KPK menganggap sukses pemberantasan korupsi yang tidak saja gagal tetapi mulai merusak kepastian hukum dan keselamatan sistem presidensialisme kita. KPK dengan Serikat pegawai yang bagai perusahaan swasta itu sibuk berburu di kebun binatang. Tidak membantu presiden dalam pencegahan.
Presiden sudah mengingatkan bahwa orientasi pemberantasan korupsi itu bukan penangkapan tapi pencegahan. Tapi KPK sibuk dengan pengintaian, pengintipan dan penangkap yang dalam UU KPK dan niat pembentukan KPK tidak pernah ada. Wajar kalau ini Perlu dikoreksi.
Adakah cara pemberantasan korupsi yang senyap? Justru cara pemberantasan korupsi yang bising itu hanya ada di sini. Saya usulkan sejak awal agar KPK lebih baik sibuk mengurusi audit daripada intip. Sibukkan diri dengan BPK supaya modus menyelamatkan kerugian negara diutamakan.
Tapi sudahlah.Belasan tahun saya teriak, mengingatkan. Sampai saya dianggap pro koruptor. Padahal saya mau agar kerugian negara dalam proyek raksasa sebagai akibat perusakan sistem lebih diutamakan daripada OTT kelas teri ratusan juta yang dirayakan seantero Indonesia.
Saya minta presiden Jokowi dan DPR gak usah khawatir dengan kampanye negatif.. ini berulang dan hanya emosi tanpa akal. Ini kampanye hitam yang gak pernah ada pikiran jernih di belakangnya, hanya nafsu menggunakan kekuasaan tanpa batas yang sudah jadi penyakit.
Kita harus menolak dramatisasi kerja lembaga negara. Negara adalah pikiran yang jernih, institusi yang terbuka dan ruang publik yang rasional. Dalam negara demokrasi ada rakyat yang bebas merdeka. Semua itu melawan kejahatan hitam korupsi. Jadi dengan sistem itu cukup!
Gak usah bermimpi harus ada lembaga suci dan para malaikat sebagai syarat negara bisa bersih. Lagi pula, mana ada lembaga negara suci? Manusia sama saja.
Sebagian besar normal, yang ekstrem baik ada sedikit sama dengan yang ekstrem jahat. Juga sedikit.
Jangan ada dramatisasi hanya karena kita gagal membangun sistem lalu kita anggap kebanyakan pejabat itu jahat. Lalu yang lebih berbahaya seolah penjahat dominan ada di semua lembaga dan hanya ada 1 lembaga yang isinya orang suci semua? Ini pandangan yang berbahaya.
Saya ingin ulang, niat mendirikan KPK adalah untuk memperbaiki lembaga negara khususnya lembaga penegakan hukum: POLRI, kejaksaan dan pengadilan. Sehingga apabila mereka telah menjadi baik maka KPK otomatis membubarkan diri. Sebab seluruh fungsi KPK itu sudah ada di tempat lain.
Tapi ini ada kampanye, “lembaga negara tambah buruk, lembaga hukum tambah korup, lembaga politik tambah tidak dipercaya sehingga KPK semakin diperlukan...” Pertanyaanya adalah, “Inikah sukses kerja 17 tahun?”
Tidak! Inilah kegagalan yanh dianggap sukses. Cukup!
Mari kita hentikan kelemahan berpikir. Korupsi itu bisa dan mudah diberantas. semua negara bisa memberantas korupsi. Orang Amerika bisa. Orang Eropa bisa. Orang ASEAN aja bisa. Dia Asia kayak kita juga. Masak kita gak bisa. Ayo Pak Jokowi pimpin sendiri kerja ini!
*Politikus PKS, Fahri Hamzah