JAKARTA (voa-islam.com)- Demokrasi di Indonesia kini tengah menjadi korban teror yang diduga dilakukan oleh penguasa. Hal itu ditandai dengan adanya penangkapan aktivis, juga musisi oleh aparat keamanan (Polri) ketika mencoba mengkritisi pemerintah.
Penangkapan @Dandhy_Laksono dan @anandabadudu adalah teror nyata bagi demokrasi kita, di tengah kepemimpinan yang tak memimpin namun rajin berpidato berkomitmen menjaga demokrasi dan menebar stigma antipancasila dan menuduh yang berbeda sebagai kelompok khilafah,” politikus Gerindra, Dahnil Anzar bersuara, Jumat (27/9/2019).
Dahnil mengajak siapa pun dan dari pihak manapun untuk bersatu menyuarakan ketidaksetujuan sikap penguasa atas hal itu. “Saat ini yang kita butuhkan adalah persatuan melawan ketidakadilan dan upaya ‘pemerkosaan’ terhadap demokrasi secara terang-terangan dengan kuasa dan hukum. Tak penting apa latarbelakang afiliasi politik Anda. Bersatulah,” demikian yang tertulisa di akun Twitter-nya.
Apa yang disinggung Dahnil soal ucapan Jokowi “Jangan ragukan komitmennya terhadap demokrasi” juga disinggung pengamat Burhanuddin Muhtadi. “Malamnya @Dandhy_Laksono dan Ananda yang menginisiasi crowdfunding bagi gerakan mahasiswa dijemput polisi. twitter.com/anandabadudu/s…,” cuitannya.
Politikus Demokrat, Rachland Nashidik meminta Jokowi untuk melepaskan kedua orang tersebut.
“Kepada YTH
Bapak Presiden @jokowi:
Dengan hormat,
BEBASKAN DHANDY LAKSONO. BEBASKAN ANANDA BADUDU. Terimakasih."
Aktivis Haris Azhar tampaknya melihat penangkapan Dandhy oleh aparat keamanan sebagai duka. Duka seperti mahasiswa yang meregang nyawa ketika menyampaikan pendapatnya di muka umum. “Beberapa jam lalu, duka untuk Randi. beberapa menit lalu, @Dandhy_Laksono ditangkap,” katanya.
Sebelum ditangkap, Dandhy dan Ananda (musisi) sempat mencuit di akun Twitter-nya masing-masing. Dandhy mencuitkan kritikannya terhadap berita di salah media dengan judul “Jokowi Bersuara: Jangan Ragukan Komitmen Saya Jaga Demokrasi”.
Berikut cuitan melalui akunnya, @Dandhy_Laksono:
1. Mengangkat jenderal Orba. Lima tahun berkuasa tak satupun kasus HAM diselesaikan.
2. Merespon Papua dengan mengirim pasukan dan menangkapi aktivis dengan pasal makar.
3. Membatasi internet, aparatnya razia buku, ikut nyebar hoaks, dan sarat kekerasan.
Sedangkan Ananda mencuitkan tentang kondisi pada saat ia (sebelum) dijemput polisi: “Saya dijemput polda karena mentransfer sejumlah dana pada mahasiswa,” tulisnya di akun @anandabadudu.
(Robi/voa-islam.com)