JAKARTA (voa-islam.com)--Anggota Fraksi PKS DPR RI Al Muzzammil Yusuf menyampaikan pandangan Fraksi PKS dalam Sidang Paripurna DPR RI di kompleks Parlemen Senayan, Kamis (26/9/2019).
Al Muzzammil mengatakan, saat ini bangsa Indonesia berada pada momentum sejarah untuk mengakhiri 101 tahun berlakunya KUHP warisan kolonial Belanda jika dihitung dari 1 Januari 1918. Kini saatnya, papar Muzzammil, bangsa ini memiliki KUHP karya anak bangsa yang sesuai dengan moralitas bangsa, norma Pancasila dan konstitusi negara.
Namun, ujar Muzzammil, dalam revisi RUU KUHP tersebut menuai perdebatan terkait dengan Pasal Penghinaan Presiden dan Wakil Presiden. "Untuk itu kami Fraksi PKS pada kesempatan kali ini mengusulkan terkait RUU KUHP Pasal 218, 219, 220 Penyerangan Kehormatan Harkat dan Martabat Presiden dan Wakil Presiden dicabut," papar Ketua DPP PKS Bidang Polhukam ini.
Muzzammil mengungkapkan alasan harus dicabutnya pasal terkait penghinaan presiden dan wakil presiden. Pertama, putusan Mahkamah Konstitusi No. 13 2006 dan No 06 2007 yang mencabut Pasal 134, 136, 137 dan Pasal 154, 155 KUHP terkait dengan Penghinaan Presiden dengan pertimbangan MK yaitu menimbulkan ketidakpastian hukum karena sangat rentan pada tafsir apakah suatu protes, pernyataan pendapat atau pikiran merupakan kritik atau penghinaan terhadap Presiden dan Wakil Presiden.
Kedua, pasal penghinaan tersebut mengancam sangat serius pada kebebasan media massa, pilar keempat demokrasi. Pasal tersebut rentan digunakan ketika pers mengkritisi kebijakan Presiden atau Wakil Presiden yang dinilai merugikan hak-hak warga sipil.
Padahal menurut Muzzammil, presiden dan wakil presiden telah mendapatkan hak preogratif yang luas sebagai Pemerintah sehingga harusnya siap dikoreksi oleh warganya.
"Jika tidak akan berpotensi melahirkan kekuasaaan yang otoriter, sakralisasi terhadap institusi kepresidenan, apa yang disebut oleh Lord Acton 'Power tends to corrupt and absolute power corrupts absolutely'," kata politisi PKS asal Lampung ini.
Ketiga, pasal penghinaan Presiden itu akan berpotensi menambah turunnya Indeks Demokrasi Indonesia pada era Presiden Jokowi. Menurut BPS, hak-hak politik turun 0.84 point pada 2017 - 2018 begitu pula hak sipil turun 0,29 poin pada 2017-2018. "Penurunan hak Politik dan Kebebasan sipil ini indikasi dari melemahnya demokrasi Indonesia," papar dia.
"Oleh karena itu pada kesempatan kali ini , PKS meminta dua hal. Pertama, pasal Penghinaan Presiden tersebut kita cabut dan kedua RUU KUHP yang sudah dibahas bersama DPR dan Pemerintah seluruh fraksi kita sahkan periode ini sebagai bagian dari suksesnya reformasi hukum kita mengakhiri penjajahan asing dalam bentuk perundang-undangan lebih dari satu abad," kata Muzzammil menambahkan.*
Sumber: Pks.id