JAKARTA (voa-islam.com)--Rentetan peristiwa kekerasan masih terjadi di tanah Papua. Terakhir kejahatan keji yang dilakukan oknum tidak bertanggungjawab di Wamena, Jayawijaya yang mengakibatkan puluhan korban, baik penduduk asli maupun masyarakat yang berasal dari luar Papua (sebagian besar berasal dari ranah Minang, Sumatera Barat dan Bugis, Sulawesi Selatan). Bahkan sejumlah kantor pemerintahan, fasilitas umum dan rumah warga dibakar sehingga banyak warga yang memilih pulang ke kampung halamannya.
Wakil Ketua Komite I DPD RI Fahira Idris yang membidangi persoalan politik, hukum, dan HAM mengungkapkan, kebijakan, langkah, dan aksi yang dilakukan pemerintah pasca peristiwa ujaran kebencian bernada rasial di asrama mahasiswa Papua, Surabaya harus dievaluasi total.
Langkah-langkah Presiden Jokowi untuk meredam persoalan ini juga harus dikaji ulang karena ternyata tidak efektif meredakan tensi di Papua. Kejadian di Wamena yang begitu mengusik rasa kemanusian harus dijadikan peringatan bagi pemerintah bahwa saat ini Papua harus menjadi fokus utama.
Menurut Fahira, Presiden Jokowi harus evaluasi diri karena upaya yang dilakukannya pasca kejadian di asrama mahasiswa Papua belum mampu meredakan tensi di Papua. Apa yang terjadi di Wamena bisa jadi malapetaka besar bagi negeri ini jika tidak segera ditangani secara komprehensif.
“Rakyat menunggu gagasan besar, solusi cerdas dan komprehensif dari Presiden. Sebagai kepala negara, Presiden punya semua sumberdaya daya untuk menyelesaikan persoalan ini. Tolong Presiden fokus mengurai persoalan Papua. Lindungi rakyat di mana saja berada sesuai perintah konstitusi,” tukas Fahira Idris di Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta (30/9).
Fahira mengatakan, di Papua puluhan tahun warganya hidup berdampingan walau berbeda suku. Namun kini mereka sedang dipecah belah dan sepertinya negara tidak sepenuhnya berdaya melindungi anak bangsanya. Persoalan di Papua kompleks sehingga butuh narasi besar, kesungguhan niat, dan implementasi yang tepat. Tidak bisa diselesaikan secara sederhana apalagi sekedar himbuan normatif saling memaafkan atau himbuan semua pihak saling menahan diri.
“Himbauan agar semua pihak menahan diri itu baik dan normatif. Tetapi yang rakyat nanti bukan itu. Presiden berpidato di depan rakyat. Sampaikan narasi besar dan solusi komprehensif penyelesaian persoalan Papua. Sampaikan dengan kesungguhan niat agar rakyat terutama saudara-saudara kita di Papua tergugah. Sebagai orang yang dipilih mayoritas rakyat negeri ini harusnya seorang Presiden mampu menyakinkan rakyatnya sehingga tensi di Papua bisa mereda,” pungkas Senator Jakarta ini.* [Syaf/voa-islam.com]