JAKARTA (voa-islam.com)--“Sangat mendesak dan penting untuk melindungi pegawai antikorupsi di belahan manapun di dunia, termasuk masa depan bagi mereka yang menjadi korban keganasan koruptor,” ujar Ketua Malaysia Anti-Corruption Comission (MACC), Tan Sri Abu Kasim Mohammed dalam sesi khusus diskusi pada konferensi negara-negara pihak penandatangan konvensi PBB menentang korupsi (COSP-UNCAC) di Abu Dhabi, Uni Emirate Arab, Senin (16/12).
Bagi Kasim, mereka yang meninggal, terluka, terdzalimi adalah orang orang hebat. Di Malaysia ada jaksa MACC hebat, yakni Kevin morales yang tewas dibunuh karena menangani kasus besar. Di Indonesia ada Novel Baswedan, dan penyidik KPK lainnya yang mengalami ancaman, teror, hingga kekerasan fisik dalam menjalankan tugasnya.
“Untuk itu penting membangun lembaga dan sistem pendanaan bantuan bagi mereka yang menjadi korban. Malaysia akan meluncurkan inisiatif ini pada Februari 2020,” kata Kasim.
Dalam diskusi itu, penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan juga turut hadir sebagai pembicara tamu. Ia menyampaikan beberapa hal kesuksesan KPK dalam memberantas korupsi. Dia menjelaskan keberadaan KPK menaikkan 21 poin Indeks Persepsi Korupsi (IPK) yang dilansir Transparency International (TI) dari 17 menjadi 38.
“Menurut data TI, kenaikan ini terbaik dunia,” kata Novel.
Novel juga berbagi pengalaman selama menjalankan tugas. Perlindungan yang dimaksud Kasim bagi para pegawai komisi antikorupsi di seluruh dunia, memang diperlukan. Sebab, perlawanan balik koruptor, turut ia rasakan. Tak hanya teror verbal melainkan sudah berubah menjadi kekerasan fisik yang mengancam keselamatan.
Hal ini tentu saja berhubungan dengan apa yang dilakukan para pegawai lembaga antikorupsi. Novel misalnya, selama menjadi salah satu kasatgas penyidikan, tak kurang telah menyidik 197 orang dan kasusnya terbukti bersalah di pengadilan, termasuk di antaranya ketua MK, Ketua DPR, tiga menteri, enam gubernur, 72 anggota DPR/DPRD, 18 bupati dan walikota, dua jenderal polisi, empat hakim, serta tiga jaksa. Yang juga penting, keberhasilan tuntutan atas Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) dari kasus yang ditanganinya sebesar lebih dari Rp2 triliun.
“Lembaga antikorupsi, tidak boleh takut. Risiko besar karena kita berbuat dengan benar. Jadi tidak perlu takut,” tegas Novel.
Karena itu, Novel berharap, PBB dapat mengeluarkan resolusi yang bisa lebih melindungi pegawai antikorupsi. Prinsip prinsip perlindungan tersebut, diatur dalam Jakarta Principle on Anti corruption, dokumen yang disepakati dunia pada November 2012 di Jakarta. Pinsip ini diperkuat Colombo Commentary, yang merupakan panduan lebih detail dari Jakarta Principal tersebut. Bahkan asosiasi antikorupsi sedunia International Association on Anti-Corruption Authorities (IAACA mengakui dan mendukung prinsip tersebut.
Selain Novel, pembicara lainnya dari Indonesia juga menghadirkan Sekjen TI Indonesia, Dadang Trisasangko. Ia menyampaikan bahwa keberhasilan KPK tidak diimbangi komitmen politik yang memadai. Bahkan Dadang menegaskan Indonesia sama sekali tidak butuh revisi UU KPK. Kejanggalan proses revisi seperti hanya dihadiri 70 dari 560 anggota DPR, tidak masuk Program Legislasi Nasional (Prolegnas), terjadinya penolakan masyarakat yang luas, terburu-buru, dan yang paling parah menurutnya, tidak diajaknya KPK dalam pembahasan revisi tersebut.
“Ini dipicu korupsi politik dan korupsi penegak hukum yang marak di Indonesia,” katanya. Dadang berharap, Indonesia tidak mengulangi sejarah naik-turun pemberantasan korupsi. Ia yakin masih ada peluang Presiden Joko Widodo mengeluarkan Perppu, dan berharap hakim MK memutuskan uji materi dengan hati nuraninya, untuk masa depan pemberantasan Indonesia.
Dalam diskusi sesi spesial itu, juga menghadirkan dua pembicara lainnya, yakni Samuel de Jaegere, Anti-Corruption advisor UNODC, dan Sarath Jayamanne, Dirjen CIABOC Sri Langka, dengan dimoderatori oleh Navin beekarry, Dirjen ICAC Mauritius.*
Sumber: Kpk.go.id