View Full Version
Jum'at, 20 Dec 2019

Neraca Dagang Terpuruk, Pemerintah Jangan Sibuk Salahkan Pihak Luar

JAKARTA (voa-islam.com)--Neraca dagang Indonesia tidak mampu bangkit dari keterpurukan. BPS mencatat, defisit neraca dagang mencapai US$3,1 miliar pada periode Januari-November 2019. Selama periode tersebut ekspor mencapai US$153,1 miliar; sedangkan impor mencapai US$156,2 miliar. Baik ekspor maupun impor, masing-masing turun 7,6 persen dan 9,88 persen.

Anggota DPR RI Komisi XI DPR RI, Ecky Awal Mucharam menjelaskan dampak lanjutan dari kegagalan mencetak surplus perdagangan terlihat dari beberapa hal seperti tingginya defisit neraca transaksi berjalan hingga kerentanan terdepresiasinya nilai tukar Rupiah terhadap dollar AS.

“Defisit neraca transaksi berjalan mencapai US$22,5 miliar sepanjang Januari-September 2019, ini naik dari US$21,2 miliar pada periode yang sama tahun lalu. Data-data tersebut mencerminkan bahwa pemerintah gagal memperbaiki kinerja neraca dagang sepanjang tahun 2019.” kata Ecky di Jakarta, Rabu (18/12/2019).

Lebih lanjut Ecky menyatakan Rupiah menguat pada akhir-akhir ini, namun hal itu bukan karena faktor fundamental seperti faktor perbaikan ekspor maupun investasi langsung.

“Tetapi, karena potensi resesi di Amerika Serikat. Jadi, capital inflow melonjak. Namun, dana panas ini akan kabur lagi kalau ada gejolak,” ujar wakil ketua Fraksi PKS ini.

Menurut Ecky Wacana pemerintah menyiapkan beberapa program di 2020 untuk memperbaiki defisit neraca perdagangan perlu dipertanyakan, karena pada pertengahan 2019 juga pemerintah pernah mengungkapkan tengah menjalankan jurus-jurus atasi defisit, tapi hasilnya zero

Anggota Legislatif dari Dapil Jabar III ini menuturkan Pemerintah tidak bisa terus-terusan menyalahkan perang dagang AS-China sebagai ‘biang keladi’ penurunan kinerja neraca dagang.

“Ini kan bukan baru saja terjadi, sudah sejak dulu. Tetapi, pemerintah gagal mencari celah untuk menyiasati penurunan nilai ekspor Indonesia. Kalau negara lain bisa, kenapa kita tidak bisa. Harusnya pemerintah memaksa agar impor turun lebih tinggi, agar surplus neraca dagang (bulanan) bisa tercapai,” pungkas Ecky.*

Sumber: Pks.id


latestnews

View Full Version