JAKARTA (voa-islam.com)--Banjir di Jabodetabek menelan korban jiwa dan harta benda yang tak sedikit. Banyak pihak menganggap ini terjadi karena upaya pencegahan banjir oleh pemerintah belum optimal. Itu dapat dilihat dari belum tuntasnya rencana strategis menanggulangi banjir yang sudah disusun sejak lama, seperti Sodetan Ciliwung.
Menyikapi ini, Anggota DPR RI dari Fraksi PKS Ahmad Syaikhu meminta pemerintah pusat dan daerah kembali duduk bersama agar persoalan banjir bisa teratasi.
Menurut Syaikhu yang diamanahi di Komisi V DPR, banjir memang tidak dapat dihindari. Apalagi jika curah hujan sangat tinggi dan durasinya lama seperti yang terjadi pada 1 Januari lalu. Tapi pemerintah dapat meminimalisir jika bisa terus berkomunikasi dan duduk bersama pemerintah daerah.
Syaikhu menyinggung soal perdebatan di ruang publik antara Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Basuki Hadimoeljono dan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan. Keduanya berselisih pendapat soal penanganan banjir. Basuki menggunakan konsep normalisasi, sedankan Anies memakai istilah naturalisasi.
“Ini tidak elok. Saat masyarakat terkena banjir, yang muncul justru perdebatan yang tidak perlu. Seharusnya Pusat dan Daerah duduk bersama,” ujar Syaikhu.
Syaikhu menyoroti proyek Sodetan Ciliwung yang membutuhkan kerjasama Pemerintah Pusat dan DKI Jakarta. Sodetan Ciliwung merupakan proyek penangkal banjir yang digagas saat Jakarta dilanda banjir besar pada tahun 2012. Sodetan ini menghubungkan Sungai Ciliwung dengan Banjir Kanal Timur (BKT).
Proyek ini diharapkan mampu mengalirkan air sungai Ciliwung ke BKT. Bila sodetan ini beroperasi, beban di Pintu Air Manggarai dapat dikurangi. Namun, proyek ini tersendat karena pembebasan lahan. Hingga kini dari 1,2 km sodetan yang mau dibangun, baru selesai 600 m.
Menurut Basuki, pihaknya masih menunggu Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan soal pembebasan lahan proyek. Basuki menjelaskan 600 m proyek yang selesai sudah mandek sejak tahun lalu tanpa pengerjaan lanjutan.
“Hal semacam ini seharusnya tidak terjadi kalau komunikasi antara Pusat dan daerah intensif dilakukan,” kata Syaikhu.
Syaikhu juga menyoroti penanganan banjir oleh pemerintah yang masih belum maksimal. Soal perahu karet, misalnya. Dia melihat masih sangat minim.
“Saya banyak dapat pesan dari masyarakat untk meminta bantuan perahu karet. Karena mereka terjebak banjir dan belum ada bantuan yang datang dari aparat pemerintah,” ungkap Syaikhu.
Perahu karet ini harus jadi prioritas. Sebab skala banjir setiap tahun cenderung meningkat dan meluas. Pemerintah harus mengalokasikan anggaran untuk pengadaannya.
“Pengadaan perahu karet itu salah satu langkah antisipatif yang bisa kita lakukan. Harus dialokasikan anggarannya,” pungkas Syaikhu.
Berdasarkan data BNPB, ada 169 titik banjir di seluruh wilayah Jabodetabek dan Banten.* [Ril/Syaf/voa-islam.com]