JAKARTA (voa-islam.com)--Kasus pembunuhan terhadap anak berusia 5 tahun (beberapa media menyebut berusia 5 tahun) yang dilakukan gadis remaja berusia 15 tahun di Jakarta Pusat menjadi duka mendalam dan keprihatinan semua orang. Terlebih pelaku diduga membunuh korban karena terinspirasi film yang menampilkan adegan pembunuhan.
Anggota DPD RI Fahira mengungkapkan, sejak dulu tayangan kekerasan memang sudah menjadi tantangan bahkan ancaman bagi tumbuh kembang anak, terlebih saat ini di mana semua serba terkoneksi. Berbagai penelitian sudah membuktikan bahwa konten kekerasan dapat menyebabkan perilaku agresif pada anak-anak, dan perilaku ini bisa sangat berbahaya jika konten kekerasan tersebut melibatkan senjata atau adegan pembunuhan.
“Kejadian ini tentu menjadi duka mendalam dan keprihatinan bagi kita semua. Memang, sebagai orang tua tantangan kita di dunia yang serba terkoneksi saat ini cukup berat. Kita harus memastikan anak kita tidak terpapar konten kekerasan baik dari televisi, internet, film atau games. Tayangan kekerasan itu ‘racun’ bagi anak-anak kita. Oleh karena itu tidak boleh ada kompromi, kita harus luangkan waktu mengontrol tontonan anak-anak kita,” ujar Fahira Idris yang juga aktivis perlindungan anak ini di Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta (9/3).
Menurut Fahira, anak-anak yang sudah terpapar dengan tayangan kekerasan sangat berpotensi menggerus atau menurunkan sensitivitas anak tersebut terhadap kekerasan di kehidupan sehari-hari sehingga anak berpikir bahwa kekerasan itu adalah hal yang biasa. Bahkan selanjutnya yang sangat berbahaya adalah jika anak-anak kemudian meniru dan mempraktikkan adegan kekerasan yang dilihatnya. Potensi ini besar terjadi, karena anak-anak umumnya selalu meniru apa yang mereka lihat dan tidak tertutup kemungkinan perilaku dan sikap mereka akan meniru kekerasan yang mereka tonton.
Selain itu yang menjadi persoalan besar adalah masih banyak orangtua belum sepenuhnya menyadari bahwa di dunia yang serba terkoneksi saat ini anak-anak sangat mudah terpapar tayangan kekerasan baik dari televisi, internet, film atau games sehingga lalai mengawasi apa yang ditonton anak setiap hari. Anak yang menjadi pelaku kekerasan akibat terpapar konten kekerasan juga merupakan korban dari lemahnya sistem pengawasan atas tayangan atau konten kekerasan di berbagai platform media dan kurangnya pengawasan orang tua terhadap tontonan anak-anaknya.
“Tidak boleh kompromi, jangan sampai anak-anak kita terpapar sedikitpun konten kekerasan karena dampaknya sangat berbahaya bagi tumbuh kembangnya. Di dunia yang serba terkoneksi saat ini sebagai orang tua sedikitpun kita tidak boleh lalai mengawasi tontonan anak-anak kita,” pungkas Fahira Idris.* [Syaf/voa-islam.com]