JAKARTA (voa-islam.com)--Agar menjadi jelas, Anggota DPR RI Anis Byarwati memberikan informasi ringkas tentang lockdown dan social distancing, yang dirujuk dari UU 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan.
Menurut Anis, Lockdown adalah istilah lain dari Karantina. “Jadi, misalnya Italia di lockdown, itu artinya negara Italia dikarantina, diisolir, dijauhkan dari pergerakan lalu lintas sosial yang umum," paparnya.
Karantina, lanjut Anis, menurut UU No. 6 tahun 2018, ada beberapa macam, dan setiap macam ada aturannya. “Syarat utamanya adalah penentuan status darurat kesehatan nasional oleh Pemerintah Pusat, dalam hal ini adalah Presiden, yang diikuti dengan pembentukan satuan tugas untuk melakukan tindakan yang diperlukan untuk mengatasi sebuah wabah penyakit. Penjelasan tentang hal ini terdapat di Bab IV Kedaruratan Kesehatan Masyarakat, Pasal 10 sampai 14," ungkap Anis.
Menurut Anis, Di Bab VII tentang Penyelenggaraan Kekarantinaan Kesehatan di Wilayah, dijelaskan tentang beberapa macam karantina menurut UU No. 6 tahun 2018 ini:
1. Karantina Rumah,
2. Karantina Wilayah
3. Karantina Rumah Sakit.
4. Pembatasan Sosial (Social Distancing).
1. Pasal 50, 51 dan 52 menjelaskan tentang karantina rumah, yang dilakukan hanya kalau kedaruratannya terjadi di satu rumah. Karantina ini meliputi orang, rumah dan alat angkut yang dipakai. Orang yg dikarantina tidak boleh keluar, tapi kebutuhan mereka dijamin oleh Pemerintah Pusat.
2. Pasal 53, 54 dan 55 menjelaskan tentang karantina wilayah. Ini yang disebut swbagai Lockdown. Syarat pelaksanaan lockdown diantaranya harus ada penyebaran penyakit di antara masyarakat dan harus dilakukan penutupan wilayah utk menangani wabah ini. Wilayah yang dikunci diberi tanda karantina, dijaga oleh aparat, anggota masyarakat tidak boleh keluar masuk wilayah yang dibatasi, dan kebutuhan dasar mereka wajib dipenuhi oleh Pemerintah Pusat.
3. Pasal 56, 57 dan 58 adalah Karantina Rumah Sakit, kalau seandainya memang wabah bisa dibatasi hanya di dalam satu atau beberapa rumah sakit saja. RS akan diberi garis batas dan dijaga, dan mereka yang dikarantina akan dijamin kebutuhan dasarnya oleh Pemerintah Pusat.
4. Pasal 59 tentang Pembatasan Sosial Berskala Besar atau Social Distancing. Pembatasan Sosial Berskala Besar merupakan bagian dari upaya memutus wabah, dengan mencegah interaksi sosial skala besar dari orang-orang di suatu wilayah. Paling sedikit yang dilakukan adalah sekolah dan kantor diliburkan, acara keagamaan dibatasi atau kegiatan yang skalanya besar dibatasi. Ini yang minimal.
Pembatasan Sosial Berskala Besar yang lebih tinggi lagi juga dapat dilakukan, misalnya dengan penutupan toko dan mall, penutupan tempat hiburan yang banyak dikunjungi orang, atau tindakan apapun yang tujuannya mencegah orang banyak berkumpul. Tapi orang-orang masih bisa berpergian, ke kantor, ke pasar, ke mall, ke dokter, ke rumah sakit, bahkan acara tertentu. Tinggal tergantung seberapa ketat aturan pembatasan sosialnya.
Kesimpulannya:
1. Berdasarkan UU No 6 UU 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan, syarat utama diberlakukan Karantina Rumah, Karantina Rumah Sakit, atau Karantina Wilayah adalah, penentuan status darurat kesehatan nasional oleh Pemerintah Pusat, dalam hal ini adalah Presiden, yang diikuti dengan pembentukan satuan tugas untuk melakukan tindakan yang diperlukan untuk mengatasi sebuah wabah penyakit.
2. Berdasarkan UU No 6 UU 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan, jika ingin diberlakukan Karantina Rumah, Karantina Rumah Sakit, atau Karantina Wilayah,
maka kebutuhan dasar warga, wajib dipenuhi oleh Pemerintah Pusat.
Nah, yang sekarang terjadi di beberapa wilayah seperti di Jakarta dan Solo adalah Social Distancing, atau Pembatasan Sosial, bukan Lockdown atau Karantina Wilayah. Karena jika Jakarta dan Solo benar-benar di lockdown, tidak akan ada lagi orang wara-wiri di jalan. Semua sarana tansportasi umum akan ditutup. Semua warga harus diam di rumah, tidak boleh keluar rumah kecuali ada keperluan mendesak.* [Fpks/Syaf/voa-islam.com]