View Full Version
Ahad, 22 Mar 2020

DPR Kritisi Paket Kebijakan Stimulus Ekonomi Pemerintah Hadapi Corona

JAKARTA (voa-islam.com)--Legislator DPR RI Anis Byarwati memberikan komentar tentang respon pemerintah  terhadap kondisi ekonomi Indonesia di masa pandemi Covid 19.

Anis yang juga Anggota Komisi XI DPR RI mengkritisi langkah pemerintah di bidang ekonomi terkait kebijakan Fiskal 1 dan 2. Menurut Anis,  stimulus fiskal 1 dikeluarkan pemerintah saat belum ditemukannya kasus virus Corona oleh pemerintah Indonesia di Indonesia.

“Langkah Stimulus yang berisikan kebijakan di bidang pariwisata ini tidak berjalan mulus dan mendapatkan kritik karena beresiko penyebaran virus Covid 19 di dalam negeri dari turis mancanegara,” ujar Anis dalam keterangan tertulisnya, Sabtu (21/3/2020).

Kemudian Stimulus fiskal tahap 2, dikeluarkan pemerintah untuk menyesuaikan dengan ditemukannya kasus Corona di indonesia. Diantaranya relaksasi PPh 21, 22, 25 dan relaksasi restitusi PPN. Dana yang disiapkan pemerintah untuk relaksasi PPh 21 DTP sebesar Rp 8,6 triliun.

Adapun mengenai kebijakan penghapusan PPh 21, Menteri Keuangan menjelaskan bahwa, pemerintah akan menanggung 100 persen PPh pasal 21 pekerja dengan pendapatan sampai dengan Rp. 200 juta per tahun.

Menurut Anis yang juga Anggota DPR RI dari Fraksi PKS, kebijakan ini artinya adalah, pekerja dengan pendapatan hingga Rp 16 juta per bulan akan digratiskan pajak gaji karyawannya, namun tidak berlaku bagi yang bergaji di atas Rp 16 juta perbulan. Ilustrasinya, jika Karyawan yang sudah menikah dan mempunyai tanggungan dua anak dengan gaji Rp.10 juta per bulan, maka pajak yang ditanggung pemerintah adalah sebesar Rp.193.750 per bulan.

Dalam kasus ini, pajak yang ditanggung pemerintah tidak signifikan terhadap daya beli karyawan. Sebab lonjakan harga sembako melebihi pajak yang ditanggung pemerintah. Maka, karyawan/penerima upah yang mendapatkan gaji di bawah Rp.10 juta per bulan tidak mendapatkan dampak yang signifikan terhadap daya beli, karena nilai nominalnya sangat tidak membantu untuk mengimbangi kenaikan harga yang menggila akibat panic buying.

Sehingga dapat disimpulkan langkah pemerintah menghapus PPh ini tidak terlalu manjur dalam membantu rakyat menghadapi kesulitan ekonomi. Padahal, harga-harga kebutuhan pokok meningkat karena panic buying yang disebabkan sikap pemerintah dalam hal ini Presiden terhadap pandemic Covid 19 dan momen menjelang Ramadhan yang seharusnya sudah dapat diprediksi karena merupakan momen tahunan.

Sedangkan untuk relaksasi PPh pasal 22 atas impor sebesar Rp8,15 triliun. Untuk PPH Pasal 25 (potongan angsuran 30%) sebesar Rp4,2 triliun. Sedangkan untuk relaksasi restitusi PPN dipercepat sebesar Rp 1,97 triliun. Sehingga total dana yang digelontorkan untuk Stimulus Fiskal Jilid II ini berjumlah Rp 22,92 triliun.

Anis berpendapat bahwa, untuk relaksasi PPh 21 ditanggung pemerintah (DTP) sebaiknya tidak perlu dilakukan. Alasannya karena tidak signifikan membantu menaikkan daya beli rakyat. Jadi korelasi terhadap daya beli masyarakat akibat dari relaksasi tersebut tidak signifikan. Di sisi lain, kebijakan ini akan menggerus penerimaan negara dari pajak sebesar 0,46%,.

Di penghujung komentarnya, Anis menambahkan agar tidak mengganggu defisit postur APBN 2020, maka jalan keluarnya adalah dengan mengurangi pengeluaran yang tidak perlu. “Misalnya, untuk sementara waktu, perjalanan dinas agar dialihkan ke pengeluaran yang langsung menyentuh kebutuhan pokok masyarakat akibat COVID-19,” demikian kata Anis.* [Syaf/voa-islam.com]


latestnews

View Full Version