JAKARTA (voa-islam.com)--Menghalangi kerja-kerja jurnalistik dengan tindakan persekusi kembali terjadi terhadap beberapa jurnalis, di Kota Serang, Banten pada Senin, 20 April 2020.
Seorang korban, Mohammad Hashemi Rafsanjani mengatakan, sejumlah warga menghalanginya, mengintimidasi, dan melakukan penghapusan paksa video hasil liputannya.
Peristiwa itu terjadi ketika Shemi yang merupakan Jurnalis Kabar-banten.com bersama beberapa jurnalis lain tengah melakukan peliputan atas meninggalnya seorang warga yang diduga kesulitan ekonomi di masa pandemi COVID-19.
Kejadian itu terjadi sekitar pukul 16.00 WIB. Ketika itu, Shemi mendapat kabar bahwa seorang warga yang sebelumnya dikabarkan kelaparan akibat kesulitan ekonomi ditemukan meninggal dunia. Untuk keperluan konfirmasi, Shemi bergegas ke rumah duka yang memang tak jauh dari lokasi keberadaannya. Sesampainya di rumah duka dia mengambil gambar dan video sampai saat jenazah dimasukan ke dalam mobil jenazah.
Tak lama berselang, kemudian dia dihampiri oleh seorang warga yang mengaku keluarga korban yang kemudian menegur Shemi sambil bertanya kepadanya, kenapa merekam gambar jenazah. Kemudian dengan nada memaksa para pelaku itu meminta Shemi menghapus semua gambar dan video yang sudah dia rekam.
"Nggak usah ngeberitain lah, dia bukan orang susah, dia bukan selebritis juga yang bisa diambil gambarnya," ujar pelaku seperti yang ditirukan Shemi.
Intimidasi kembali datang dari seorang warga yang menyebut para wartawan mengambil keuntungan dengan mendapat berita dari peristiwa itu. "Di situ saya jelaskan bahwa wartawan niatnya membantu," jelas Shemi.
Korban lain bernama Dinar yang merupakan wartawan Pojoksatu.id mengatakan pengalaman yang sama. "Hari Minggu 19 April, saya diminta stand by oleh keluarga, karena mulai ketakutan. Banyak warga yang mengecam karena merasa malu ada warganya yang lapar," ungkap Dinar.
Kemudian, lanjut Dinar, para jurnalis sudah tiba pukul 10.00 WIB di rumah korban yang saat itu masih hidup. Saat itu ada juga dari MNC TV dan Kompas TV yang akan melakukan peliputan live. Tiba-tiba datang istri ketua RT meminta agar peliputan itu dihentikan. Istri ketua RT itu pun mengaku mendapat amanat untuk menutup semua berita karena telah mempermalukan warga.
Kejadian tersebut menambah catatan hitam kasus kekerasan, intimidasi, dan penghalang-halangan tugas terhadap jurnalis.
Menyikapi kejadian tersebut, Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Jakarta menilai para pelaku patut diduga melakukan pelanggaran pidana, sebab kerja-kerja jurnalis dilindungi oleh UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers.
Pasal 4 ayat 3 mengamanatkan, “Untuk menjamin kemerdekaan pers, pers nasional mempunyai hak mencari, memperoleh, dan menyebarluaskan gagasan dan informasi.” Setiap orang yang menghambat atau menghalangi perihal tersebut terancam pidana penjara paling lama 2 tahun atau denda paling banyak Rp500 juta.
Penegakan hukum dan keadilan bagi korban perlu mendapat perhatian serius dari aparat dan pemerintah agar kasus serupa tidak terulang di masa mendatang.
Atas kasus tersebut, AJI Jakarta menyatakan:
1. Mendesak Kepolisian segera menindak tegas para pihak yang mengintimidasi jurnalis serta memproses hukum pelaku hingga ke pengadilan.
2. Mengimbau para pimpinan perusahaan media untuk terlibat aktif mengawal kasus yang dialami jurnalisnya.
3. Mendesak aparat penegak hukum untuk segera menuntaskan kasus-kasus kekerasan dan intimidasi terhadap jurnalis lainnya hingga pelakunya dihukum sesuai peraturan perundang-undangan.
4. Mengimbau jurnalis tetap konsisten menyuarakan suara mereka yang sulit untuk bersuara.* [Ril/Syaf/voa-islam.com]