View Full Version
Selasa, 21 Apr 2020

Anis Byarwati: Perppu Nomor 1 Tahun 2020 Tak Masuk Akal

JAKARTA (voa-islam.com)—Anggota Komisi XI DPR RI Anis Byarwati mengkritisi Perppu Nomor 1 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemi Covid-19.

Pada Bab V Ketentuan Penutup (Pasal 27) Perppu No. 1 Tahun 2020 disebutkan bahwa Biaya yang telah dikeluarkan Pemerintah dan/atau lembaga anggota KSSK dalam rangka pelaksanaan kebijakan pendapatan negara termasuk kebijakan di bidang perpajakan, kebijakan belanja negara termasuk kebijakan di bidang keuangan daerah, kebijakan pembiayaan, kebijakan stabilitas sistem keuangan, dan program pemulihan ekonomi nasional, merupakan bagian dari biaya ekonomi untuk penyelamatan perekonomian dari krisis dan bukan merupakan kerugian negara.

Menurut Anis dalam keterangan pers yang diterima Voa Islam, Selasa (21/4/2020), logika ini tidak masuk akal. Karena dana yang digunakan tersebut merupakan anggaran APBN (APBN-P) lewat penerbitan surat utang, yang nantinya dibayar oleh pemerintah.

Politisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini juga menyampaikan bahwa pasal ini berpotensi menjadi celah untuk penyelewengan, karena dari awal sudah dilindungi, dan di bagian lain fungsi BPK untuk melakukan audit dibungkam, padahal potensi penyalahgunaan dana sangat tinggi.

Maka Anis menekankan agar Perppu No. 1/2020 dibaca dan dipelajari  secara cermat dan hati-hati.

Dia juga  memberikan catatan penting, terkait kebijakan Pemerintah menganggarkan tambahan belanja dan pembiayaan APBN 2020 sebesar Rp405,1 triliun untuk penanganan dampak Covid-19, dengan alokasi Rp.75 Triliun untuk bidang kesehatan, Rp.110 Triliun untuk Social Safety Net, Rp.70,1 Triliun untuk insentif perpajakan dan stimulus KUR, serta Rp.150 Triliun dialokasikan untuk pembiayaan program pemulihan ekonomi nasional, termasuk restrukturisasi kredit dan penjaminan serta  pembiayaan untuk UMKM dan dunia usaha menjaga daya tahan dan pemulihan ekonomi.

“Kita bisa lihat dengan jelas dari alokasi Rp 405 T itu, insentif perpajakan dan program pemulihan ekonomi nasional besarannya mencapai Rp 70,1 T + 150 T=  Rp220,1 triliun, atau sekitar 54,3 persen dari total tambahan belanja tadi,” ungkap Anis.

“Ini aneh, masalah yang kita hadapi ini adalah darurat kesehatan sebagaimana pernyataan presiden, tapi lebih dari separuh anggaran dialokasikan justru untuk insentif perpajakan dan program pemulihan ekonomi. Sedangkan alokasi anggaran utk kesehatan hanya 18,5% dari total tambahan belanja,” tegas Anis menambahkan.

Anis mengingatkan terkait pembiayaan dalam rangka mendukung program pemulihan ekonomi nasional yang nilainya mencapai Rp 150 triliun harus betul-betul diawasi. Sebab, dari bahan paparan Menteri Keuangan, poin itu sangat minim penjelasannya, padahal porsinya mencapai 37 persen.

Padahal dalam hal darurat wabah Covid-19, prioritas Pemerintah mestinya menyelamatkan masyarakat. Pemerintah tidak boleh setengah hati untuk menyelamatkan nyawa rakyat.

“Segera tarik Omnibus Law Cipta Kerja, tunda agenda pemindahan ibukota, termasuk proyek-proyek infrastruktur lainnya, gunakan anggarannya untuk penanganan Covid-19 dan pemulihan ekonomi rakyat, dan bukan malah memotong dana abadi pendidikan,” demikian pandangan kritis doktor Ekonomi Islam lulusan terbaik UNAIR ini.* [Syaf/voa-islam.com]


latestnews

View Full Version