JAKARTA (voa-islam.com)--Anggota Komisi XI DPR RI Anis Byarwati meminta pemerintah lebih terbuka dalam memberikan informasi mengenai perubahan APBN 2020. Hal ini disampaikan Anis dalam rapat kerja komisi XI dengan Menteri Keuangan, Gubernur BI, ketua Komisioner OJK dan Direktur LPS di Jakarta, Selasa 28 April 2020.
" Saya minta pemerintah lebih terbuka tentang kejelasan alokasi anggaran untuk pencegahan meluasnya wabah, dan dukungan atas dampak ekonomi yang dihadapi rakyat kecil," ungkapnya.
Anis yang berasal dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini menjelaskan, posisi anggaran Rp 405,1 triliun yang diumumkan pemerintah sebagai dana untuk penanganan pandemik Covid-19, tidak muncul dengan informasi yang cukup dalam Perpres 54 tentang Perubahan APBN 2020. Informasi yang terkandung di dalam perpres tersebut sangat terbatas, sangat jauh berbeda apabila dibandingkan dengan muatan dalam UU APBN Perubahan yang biasanya sangat transparan dan jelas.
Masih menurut Anis, tidak transparannya informasi dalam Perubahan APBN 2020, menyebabkan publik berasumsi bahwa tambahan defisit Rp 545,7 triliun, karena turunnya penerimaan negara Rp 472,3 triliun ditambah tambahan anggaran belanja yang hanya Rp73,4 triliun.
Dengan begitu, yang terlihat adalah kenaikan defisit menjadi Rp 852,9 triliun, bukan karena stimulus untuk penanganan pandemi COVID-19. Tetapi sebagian besarnya, justru untuk mengkompensasi penerimaan negara terutama pajak yang turun.
"Jadi Perubahan APBN 2020 tidak terlihat untuk kepentingan penanganan wabah," ungkapnya.
Hal lain yang dipertanyakan Anis terkait dengan paket stimulus yang dijanjikan pemerintah sebesar Rp405,1 triliun. Dari jumlah tersebut alokasi untuk sektor kesehatan Rp75 triliun, perlindungan sosial Rp110 triliun, insentif perpajakan Rp70,1 triliun, dan bantuan kepada dunia usaha Rp150 triliun. Sementara data Perubahan APBN 2020 mencatat anggaran belanja negara hanya naik Rp73,4 triliun saja. Dengan rincian anggaran Belanja Pemerintah Pusat (BPP) naik Rp167,6 triliun, dan anggaran Transfer Ke Daerah dan Dana Desa (TKDD) turun Rp94,2 triliun.
Anis mengkritisi belanja pemerintah pusat yang naik, namun anggaran beberapa kementerian terkait malah turun dan ada yang hanya naik sedikit. Misalnya anggaran Kementerian Sosial turun dari Rp62,8 triliun menjadi Rp60,7 triliun. "Ini menjadi pertanyaan, dimana disimpannya tambahan anggaran perlindungan sosial yang Rp110 triliun yang telah diumumkan?" tanyanya.
Catatan lain diberikannya terhadap anggaran belanja Kementerian Kesehatan yang hanya naik Rp19,1 triliun, dari Rp57,4 triliun menjadi Rp76,5 triliun. Sedangkan menurut paket stimulus, sektor kesehatan dapat anggaran tambahan Rp75 triliun.
"Anggaran terkait kesehatan ini harus jelas. Sehingga tidak boleh ada kekurangan fasilitas dan alat kesehatan seperti masker, alat pelindung diri, ventilator dan lainnya di lapangan," tegasnya.
Ia mengungkapkan masih ada Rumah Sakit yang mengeluhkan kekurangan APD, bahkan di semaramg puluhan dokter dan tenaga medis terpapar covid 19 karena tidak dilengkapi APD yg memadai.
Diawal pembicaraannya, Anis mengingatkan Menkeu, Gubernur BI, ketua komisioner OJK, direktur LPS dan semua yang hadir dalam rapat untuk merenungi, untuk siapa mereka ada dan untuk siapa bekerja? "Kita ada dan bekerja untuk mengawal kepentingan rakyat. Di Saat krisis wabah covid 19, sudah menjadi kewajiban negara hadir untuk melindungi rakyatnya," ungkapnya.* [Ril/Syaf/voa-islam.com]