JAKARTA (voa-islam.com)--“Diantara catatan PKS atas PERPPU No.1 tahun 2020, adanya potensi pelanggaran konstitusi.” Hal ini disampaikan legislator fraksi PKS, Anis Byarwati dalam wawancara pada Rabu, 6 Mei 2020 pagi di Jakarta.
Anis mengatakan, catatan fraksi PKS tersebut disebabkan beberapa pasal yang cenderung bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 (UUD NRI 1945). Kekuasaan penuh Pemerintah dalam penetapan APBN yang mereduksi kewenangan DPR, kekebalan hukum, dan terkait kerugian keuangan Negara sangat dominan dalam PERPPU ini.
Lebih rinci, Anis menjelaskan poin per poin. Pertama, Pasal 12 ayat 2 PERPPU menyatakan bahwa Perubahan postur dan/atau rincian Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dalam rangka pelaksanaan kebijakan keuangan negara hanya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Presiden. Hal ini telah menghilangkan kewenangan serta peran DPR dan membuat APBN tidak diatur dalam Undang-Undang atau yang setara. UUD NRI Tahun 1945 Pasal 23 ayat 1 telah menyatakan bahwa kedudukan dan status APBN adalah UU yang ditetapkan setiap tahun.
Kedua, Pasal 27 ayat 2 PERPPU menyatakan bahwa Anggota Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK), Sekretaris KSSK, anggota sekretariat KSSK, dan pejabat atau pegawai Kementerian Keuangan, Bank Indonesia, Otoritas Jasa Keuangan, serta Lembaga Penjamin Simpanan, dan pejabat lainnya, yang berkaitan dengan pelaksanaan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang ini, tidak dapat dituntut baik secara perdata maupun pidana jika dalam melaksanakan tugas didasarkan pada itikad baik dan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
“Hal ini bertentangan dengan prinsip supremasi hukum dan prinsip negara hukum,”tegas Anis. Padahal, perubahan pertama UUD tahun 1999 sampai perubahan keempat tahun 2002, menjamin tegaknya prinsip-prinsip supremasi hukum.
Ketiga, Pasal 27 ayat 1 PERPPU menyatakan bahwa biaya yang telah dikeluarkan Pemerintah dan/atau lembaga anggota KSSK dalam rangka pelaksanaan kebijakan pendapatan negara termasuk kebijakan di bidang perpajakan, kebijakan belanja negara termasuk kebijakan di bidang keuangan daerah, kebijakan pembiayaan, kebijakan stabilitas sistem keuangan, dan program pemulihan ekonomi nasional, merupakan bagian dari biaya ekonomi untuk penyelamatan perekonomian dari krisis dan bukan merupakan kerugian negara.
“Hal ini tidak sesuai dengan prinsip dasar keuangan negara dan meniadakan adanya peran BPK untuk menilai dan mengawasi,” tambahnya.
Anis menegaskan bahwa fraksi PKS meminta pemerintah untuk melakukan perubahan pada PERPPU no.1 tahun 2020 agar pemerintah menjalankan tugasnya sesuai dengan Undang-undang Dasar dan ketentuan hukum yang berlaku. “Kita ingin, pandemic Covid 19 yang dihadapi oleh bangsa Indonesia hari ini, dihadapi bersama-sama secara transparan, akuntabel dan benar-benar membantu kebutuhan rakyat,”pungkasnya.*[Ril/Syaf/voa-islam.com]