View Full Version
Sabtu, 16 May 2020

Temuan Baru Soal Omnibus Law, PKS: RUU Cipta Kerja Jauh Panggang dari Api

JAKARTA (voa-islam.com)--Anggota Baleg DPR RI Fraksi PKS, Bukhori Yusuf, mengungkapkan Omnibus Law RUU Cipta Kerja  memiliki ambiguitas jika dikorelasikan antara judul dan substansi. Ia menjelaskan bahwa setelah dilakukan pencermatan oleh internal fraksi PKS di DPR, sebagian besar pasal-pasal yang termaktub dalam Omnibus Law, secara substansi, cenderung mencerminkan kemudahan berusaha bagi pemodal, bukan pada penciptaan lapangan kerja sebagaimana termaktub dalam judul RUU tersebut.

“Kami memandang RUU ini agak “tricky”. Sebab, jika dikaitkan antara judul dan substansi yang telah kami telaah sejak draft RUU ini kami terima di baleg, kami menemukan bahwa sebagian besar pasal-pasal yang diubah atau dihapus justru cenderung memberikan karpet merah bagi pengusaha besar, misalnya berbagai kemudahan berusaha dan penyederhanaan perizinan. Sehingga dalam peribahasa, RUU ini seperti jauh panggang dari api (tindakan tidak sesuai dengan maksud),” ungkap Bukhori di Jakarta, Jumat (15/5/2020)

Dalam kesempatan tersebut Bukhori turut memaparkan, secara keseluruhan sebagian besar pengaturan  dalam RUU ini, yakni sebanyak 801 pasal memuat ketentuan terkait kemudahan berusaha dan penyederhanaan perizinan. Menurutnya, fakta yuridis tersebut bertentangan dengan UU No 12 Tahun 2012 yang menyatakan bahwa judul undang-undang harus merefleksikan isi pembahasan.

Pada bagian Lampiran II Undang-Undang RI No 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan, Teknik Penyusunan Perundang-undangan Bab I, Kerangka Peraturan Perundang-Undangan huruf (A) No. 3 berbunyi:

“Nama Peraturan Perundang–undangan dibuat secara singkat dengan hanya menggunakan 1 (satu) kata atau frasa tetapi secara esensial maknanya telah dan mencerminkan isi Peraturan Perundang– undangan.”

Lebih lanjut, Bukhori turut mempersoalkan RUU Cipta Kerja yang memiliki masalah secara maknawi. Kata “Cipta”, menurutnya, jika mengacu pada KBBI berarti angan-angan yang kreatif.

“Padanan kata yang digunakan sebagai judul RUU ini saja sudah bermasalah. “Cipta” berarti angan-angan, sebuah utopia. Sehingga, saya justru membayangkan upaya menciptakan lapangan kerja melalui RUU ini sekadar khayalan. Sebab semangat tersebut ternegasikan oleh materi substansi yang didominasi oleh pasal-pasal yang memanjakan kepentingan pengusaha,” cetus Bukhori

Politisi PKS ini menganjurkan agar judul RUU ini disesuaikan dengan isi dan benchmarking dengan Omnibus Law di beberapa negara. Misalnya Filipia memiliki The Omnibus Investment Code, Amerika Serikat memiliki The Omnibus Public Land.

“Pemerintah selaku pengusul RUU ini tidak boleh mengecoh publik. Meskipun berniat baik,  penyusunan RUU ini harus dilakukan secara jujur dan transparan baik secara judul dan isi. Sebab, dampaknya akan dirasakan bagi masyarakat,” pungkas Anggota Komisi VIII DPR ini.* [Ril/Syaf/voa-islam.com]


latestnews

View Full Version