JAKARTA (voa-islam.com)--Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan resmi memperpanjang masa berlaku penerapan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) selama dua minggu ke depan (mulai tanggal 22 Mei sampai 4 Juni 2020). Sebelumnya, beberapa daerah juga mengambil opsi memperpanjang masa berlaku PSBB.
Sebagai kebijakan yang moderat karena masih memberi ruang aktivitas bagi masyarakat dan dunia usaha walau dibatasi, hampir tidak mungkin selama 14 hari, PSBB mampu memutus rantai penyebaran virus corona Covid-19.
Anggota DPD RI Fahira Idris mengungkapkan, PSBB sebagai strategi utama Pemerintah memutus mata rantai penyebaran virus corona dikategorikan kebijakan moderat atau jalan tengah karena masih memberi ruang aktivitas bagi masyarakat walau dibatasi. Itulah kenapa, kecepatan penanganan di Indonesia tidak akan sama misalnya dengan Vietnam atau Selandia Baru yang tegas mengambil kebijakan karatina wilayah atau lockdown.
Indonesia, sambung Fahira, kebijakannya hampir mirip dengan Korea Selatan (Korsel) karena tidak melakukan karantina wilayah. Namun, keunggulan Korsel adalah, diawal wabah mereka berhasil melakukan pemeriksaan yang masif kepada warganya. Hasilnya, kasus baru Covid-19 pun turun, karena dari pemeriksaan masif itu mereka melakukan tracing sehingga pencegahan penyebaran virus menjadi efektif.
“Strategi utama yang dipilih Pemerintah Pusat kan hanya PSBB yang bisa dikategorikan sebagai kebijakan moderat. Makanya memang harus ada perpanjangan dan kita semua harus lebih disiplin dan taat, termasuk para pengambil kebijakan yang juga harus konsisten menegakkan PSBB. Jika warga disiplin, para pengambil kebijakan konsisten, Insya Allah kasus turun dan PSBB baik di DKI maupun daerah lain tidak perlu lagi diperpanjang. Namun jika yang terjadi sebaliknya, kita akan terus berada dalam ketidakpastian,” ujar Senator DKI Jakarta ini di Jakarta (20/5).
Walau terjadi pelambatan kasus positif corona selama penerapan PSBB, tetapi perpanjangan masa PSBB harus ditempuh mengingat penurunan kasus belum berada di level yang aman. Dan ini yang harus ditempuh DKI Jakarta sebagai daerah epicenter. Saat ini, angka reproduksi Covid-19 di DKI Jakarta masih 1,1 (satu orang yang terinfeksi Covid-19 masih menularkan ke satu orang).
Sedangkan berdasarkan analisa data secara ilmiah angka reproduksi harus di bawah 1 sebagai indikator untuk membuka kembali secara bertahap berbagai aktivitas dengan protokol kesehatan atau kehidupan “new normal”. Penurunan angka reproduksi Covid-19 hanya bisa terjadi jika kebijakan PSBB konsisten dijalankan Pemerintah dan warga mentaati semua aturan PSBB.
Namun menurut Fahira, walaupun nanti terjadi penurunan kasus, pelonggaran atau bahkan penghentian PSBB harus diterapkan secara hati-hati. Ini karena, terdapat kekhawatiran gelombang kedua lonjakan kasus virus corona yang mulai terjadi di negara-negara yang kini juga tengah mulai membuka aktivitasnya antara lain di Tiongkok, Korea Selatan, dan Jerman.
“Kita harus benar-benar mensiasati dan mencari strategi yang tepat dan terukur agar jika nanti ada pelonggaran ataupun penerapan PSBB tidak diperpanjang lagi dan kita menjalani kehidupan “new normal” menutup celah terjadinya gelombang kedua. Ini harus menjadi perhatian semua,” pungkas Wakil Ketua Badan Pengkajian MPR RI ini.*[Syaf/voa-islam.com]