JAKARTA (voa-islam.com)--Di tengah pandemi Covid-19 yang masih membayangi dan penerapan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) yang masih berlangsung, Pemerintah kini tengah mempersiapkan Indonesia memasuki fase tatatanan normal baru (new normal) terutama di empat provinsi dan 25 kabupaten/kota. Kebijakan ini mendapat beragam pendapat dari masyarakat baik yang setuju maupun yang masih ragu.
Anggota DPD RI Fahira Idris mengungkapkan, pembatasan sosial atau di beberapa negera menerapkan lockdown terbukti memperlambat penyebaran virus. Namun tentunya, pembatasan sosial tidak mungkin berlangsung terus menerus. Makanya selama vaksin belum ditemukan jalan yang bisa dipilih negara-negara dunia adalah menerapkan new normal. Salah satunya membuka sejumlah aktivitas ekonomi. Namun, penerapan new normal harus memenuhi berbagai syarat agar aman atau tidak melahirkan gelombang kedua dan seterusnya. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) sendiri telah menerbitkan 6 syarat menuju tranisisi the new normal sebelum vaksin Covid-19 ditemukan.
“Sebagai sebuah kebijakan yang strategis, penerapan tatatanan normal baru harus memenuhi berbagai persyaratan dan kondisi tertentu. Oleh karena itu agar semua pihak yakin dan berpartisipasi aktif menjalankannya, baiknya terlebih dahulu publik disuguhi berbagai capaian penanggulangan Covid-19 yang menandakan Indonesia memang siap menjalankan tatatanan normal baru. Laporan capaian penanggulangan Covid-19 ini penting agar tujuan dari penerapan tatatanan normal baru yaitu Indonesia tetap produktif tetapi juga aman dari wabah melalui kedisiplinan penuh menjalankan protokol kesehatan bisa terwujud,” ujar Fahira Idris di Jakarta (28/5).
Menurut Senator Jakarta ini, penyuguhan capaian bertujuan untuk menjawab syarat-syarat yang telah ditetapkan WHO sebelum new normal diterapkan. Misalnya capaian penanggulangan Covid-19 yang menunjukkan bahwa Indonesia sudah mampu mengendalikan transmisi virus corona dan risiko penularan impor dari wilayah lain. Publik juga idealnya diberi pemahaman sejauh mana keunggulan kapasitas sistem kesehatan masyarakat (tersedia rumah sakit untuk mengidentifikasi, menguji, mengisolasi, melacak kontak, dan mengkarantina pasien). Penyuguhan capaian penanggulangan Covid-19 juga bisa menginformasikan sejauh mana upaya meminimalisir risiko penularan di wilayah dengan kerentanan tinggi, termasuk di panti jompo, fasilitas kesehatan, dan tempat keramaian.
Selain itu, karena new normal berarti sejumlah aktivitas ekonomi dibuka kembali, publik juga perlu memahami sejauh mana skala kepatuhan dan kesiapan infrastruktur semua pihak menjalankan pencegahan di tempat kerja mulai physical distancing, mengenakan masker, fasilitas mencuci tangan, dan lainnya. Pra kondisi lain yang juga tidak kalah penting dilakukan adalah sejauh mana saat ini Pemerintah melibatkan masyarakat dan civil society untuk memberi masukan, berpendapat, dalam proses masa transisi the new normal.
“Atau jika pun mungkin Pemerintah punya poin-poin sendiri sebagai syarat untuk menerapkan new normal misalnya tingkat penularan corona reproductive time kita sudah berhasil di bawah 1, parameter kesiapan sistem kesehatan, atau tingkat pengetesan yang sudah memenuhi target, silahkan dipaparkan secara komprehensif agar publik melangkah yakin menjalankan new normal ini. Namun, hemat saya, pedoman WHO tetap jadi parameter utamanya,” pungkas Wakil Ketua Badan Pengkajian MPR RI ini.* [Syaf/voa-islam.com]