View Full Version
Selasa, 28 Jul 2020

Legislator Soroti Gaduhnya Program Organisasi Penggerak dan Mutu Pendidikan Nasional

JAKARTA (voa-islam.com)--Anggota DPR RI dari Fraksi PKS Fahmy Alaydroes menanggapi peluncuran Program Organisasi Penggerak (POP) Kemendikbud RI pada 10 Maret 2020 lalu.

Program ini, menurut Fahmy, niat dan intensinya baik, yakni berupaya untuk mempercepat perbaikan mutu sekolah-sekolah di seluruh Indonesia Program POP.

“Program fokus kepada upaya peningkatan kualitas guru dan Kepala Sekolah berdasarkan model-model pelatihan yang sudah terbukti efektif dalam meningkatkan kualitas proses pembelajaran dan hasil belajar siswa, terutama dalam hal peningkatan kemampuan numerasi, literasi, dan karakter,” tutur Fahmy.

Pelaksanaan ini, lanjutnya, dilakukan dengan melibatkan sejumlah Organisasi Kemasyarakatan yang bergerak di bidang pendidikan, terutama organisasi-organisasi yang sudah memiliki rekam jejak yang baik dalam implementasi program pelatihan guru dan kepala sekolah, dengan tujuan meningkatnya kemampuan profesional para pendidik dalam meningkatkan kualitas proses pembelajaran dan hasil belajar siswa.

“Nantinya, melalui fasilitas yang disediakan pemerintah, baik pendanaan maupun konsep dan konten pembinaan disediakan pemerintah, sehingga terjadi pergerakan massif peningkatan muttu pembelajaran ke seluruh sekolah di berbagai wilayah dan daerah di Indonesia,” papar Anggota DPR RI Komisi X ini.

Fahmy menambahkan, Kemendikbud menganggarkan dana sebesar Rp 595 miliar untuk program tersebut. Anggaran tersebut diberikan kepada yayasan, lembaga pendidikan ataupun ormas yang direkrut oleh Kemendikbud dengan sejumlah persyaratan.

“Lembaga Pendidikan atau ormas yang direkrut dijadikan mitra untuk membantu melaksanakan program Besar anggaran yang diberikan kepada mitra penggerak dibagi menjadi tiga kategori berdasarkan banyak sasaran satuan pendidikan, yakni kategori satu (Gajah) dengan sasaran lebih dari 100 satuan pendidikan, akan memperoleh bantuan maksimal Rp20 miliar per tahun, kategori dua (Macan) dengan sasaran 21-100 satuan pendidikan, dapat bantuan maksimal Rp5 miliar per tahun dan kategori tiga (Kijang) dengan sasaran 5-20 satuan pendidikan, dapat bantuan maksimal Rp 1 miliar per tahun”, terang Fahmy.

Kiwari, kata Fahmy, program ini menjadi ramai karena tiga ormas besar yang terlibat, NU, Muhammadiyah dan PGRI menarik diri (mundur) dari keterlibatannya dengan program ini dengan alasan antara lain karena kriteria pemilihan ormas dan Lembaga Pendidikan yang ditetapkan lolos evaluasi proposal sangat tidak jelas dan tidak transparan.

“Menurut mereka, ada lembaga yang levelnya hanya bimbingan belajar, paguyuban dan forum yang lolos verifikasi untuk menerima bantuan dana Gajah, Rp. 20 Milyar per tahun,” pungkasnya.

Suara sumbang dari berbagai pihak, lanjutnya, juga menyoroti keterlibatan dua lembaga yang berafiliasi kepada korporasi, yaitu Tanoto dan Sampoerna. Keduanya menerima hibah masing-masing Rp. 20 Milyar setiap tahun dari dana APBN, untuk melaksanakan program ini.

“Kemendikbud, kemudian memberi keterangan susulan, bahwa pembiayaan program OPP ini selain murni dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), juga terdapat skema pembiayaan mandiri dan dana pendamping (matching fund). Sejumlah organisasi penggerak akan menggunakan pembiayaan mandiri dan matching fund,” paparnya.

“Masyarakat dan pengamat pendidikan mempersoalkan hal ini, terutama dalam kaitannya dengan uang triliunan rupiah yang dikelola dengan cara yang kurang bijak. Di tengah suasana keprihatinan pandemi covid-19, ancaman krisis ekonomi, berjuta rakyat miskin lama dan miskin baru berteriak kelaparan, hutang Negara yang semakin menumpuk, Pemerintah kurang bijak mengelola anggaran belanja Negara,” imbuh Fahmy.

Sebelumnya, kata Fahmy, juga muncul kegaduhan atas dana Rp. 5,6 Triliun yang diberikan kepada 8 platform penyedia konten pelatihan. Pemerintah, tentu saja telah dilindungi oleh UU No. 2/2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) dan/atau dalam rangka Menghadapi Ancaman yang Membahayakan Perekonomian Nasional dan/atau Stabilitas Sistem Keuangan, yang sejak awal kemunculannya juga sudah menimbulkan protes dan kontroversi, bahwa apapun yang dilalkukan pemerintah sepanjang dilakukan dalam kaitannya dengan pandemi covid 19, tidak dapat dipidanakan.

“Jadi, sesungguhnya kegaduhan seringkali terkait dengan masalah uang ! Sementara masalah yang sebenarnya, yaitu mutu pendidikan nasional menjadi bias, alias gagal fokus”, jelasnya.

Sampai saat ini, imbuhnya, kita masih belum beranjak dari keadaan dan kondisi Mutu Pendidikan Nasional yang masih jauh dari harapan. Sudah berkali ganti Presiden dan Menteri, sudah berpuluh tahun dan berbilang kebijakan pendidikan nasional, nyatanya permasalahan pendidikan nasional kita masih banyak ‘pekerjaan rumah’.

“Pemerataan mutu pendidikan, ketercukupan dan kompetensi guru, infrastruktur dan fasilitas pendidikan, kurikulum dan seperangkat instrument pendidikan lainnya masih berputar-putar ‘jalan di tempat’,” tandasnya.

Sederet masalah pendidikan nasional, tambah Fahmy, semakin Nampak ‘wajah buram’nya di tengah pandemi covid-19 ini. Nampak kegagapan, ketidak-siapan dan kelemahan muncul semakin kentara.

“Alih-alih mendapatkan perbaikan yang signifikan, pemerintahan Jokowi yang sudah berjalan 6 tahun ini, belum menampakkan adanya tanda-tanda perbaikan. Beberapa kegaduhan malah muncul semakin riuh, seperti persoalan guru honorer, zonasi psb, Pembelajaran Jarak jauh (PJJ), omnibus law sektor pendidikan”, tandasnya.

Peningkatan mutu Pendidikan Nasional di negeri ini, katanya, tidak mungkin dapat dilakukan hanya oleh Pemerintah, melainkan memang harus melibatkan masyarakat, terutama yang selama ini terbukti telah melakukan kontribusi dan khidmah yang luar biasa demi kemajuan pendidikan di Indonesia.

“Sejak dulu kala, Organisasi besar seperti NU, Muhammadiyah, PGRI dan juga ormas-ormas lainnya seperti Al Irsyad, Persatuan Umat Islam (PUI), Persis, Jamiat Khair, Lembaga Pendidikan Al Azhar, Lembaga Pendidikan Kristen, BPK Penabur, Jaringan Sekolah Islam Terpadu Indonesia, dan banyak lagi yang lainnya telah berjasa menghidupkan dan menyelenggarakan pendidikan untuk masyarakat,” tegas Fahmy.

Bila kita jujur, katanya, bahkan termasuk pula yayasan atau lembaga sosial yang dibentuk oleh korporasi, semisal Sampoerna Foundation, Yayasan Supersemar, Lembaga Amil zakat seperti Dompet Dhuafa, Rumah Zakat, Yayasan Dana Sosial Al-Falah Surabaya.

“Lembaga pengembangan Pesantren Hidayatullah, Pesantren Gontor,
Semuanya bergerak dengan caranya masing-masing, untuk kemajuan pendidikan di Indonesia. Alangkah bijak dan eloknya bila Pemerintah merangkul semua mereka, menyapa dan menghargai semuanya tanpa diskriminasi. Ajak mereka bersama bahu-membahu untuk memajukan pendidikan nasional kita !,” tutup Fahmy.* [Ril/voa-islam.com]


latestnews

View Full Version