BANDUNG (voa-islam.com) - Menjelang Pilkada serentak pada Desember 2020 mendatang dan masih tingginya angka penularan Covid-19 dibeberapa daerah akhir-akhir ini.
Mengamati hal tersebut, Ketua Bidang Garapan Ekonomi PP Persis Dr. Latief Awaludin berpandangan harusnya Pemerintah mendahulukan Keselamatan Jiwa (Hifz Nafs) dan menunda Pilkada.
Latief menjelaskan dalam ajaran agama Islam ada lima tujuan pokok syariat Islam yang harus dijaga keberlangsungannya oleh umat Islam dan kelimanya merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan, yaitu memelihara agama, jiwa, akal, harta dan keturunan.
"Memelihara jiwa (hifdzun nafs) salah satu darinya, bahkan sebagian ulama menempatkan keselamatan jiwa diurutan pertama diatas agama", ujarnya sebagaimana dilansir persis.or.id, Selasa (22/9/2020)..
Konsekuesnsi dari menjaga jiwa, sambung Latief, umat Islam berkewajiban untuk menjaga diri sendiri dan orang lain sehingga tidak saling melukai atau melakukan pembunuhan antar sesama manusia.
Intinya, kata Latief jiwa manusia harus selalu dihormati dan manusia diharapkan saling menyayangi dan berbagi kasih sayang dalam bingkai ajaran agama Islam serta yang dicontohkan Rasulullah Saw.
Latief juga menekankan bahwa kasus corona belum usai dan angka jumlah kasus terkonfirmasi masih tinggi maka semua pihak diminta untuk tidak meremehkan wabah corona ini, sehingga sarana dan kegiatan apapun yang mengakibatkan bertambahnya hilangnya nyawa rakyat harus dihindari secara serius.
"Covid 19 ini bukan hanya menyisir rakyat dan ASN tapi sudah meyisir kalangan pejabat tinggi dan akhir-akhir ini Menteri Agama pun terkena. Apalagi banyaknya nyawa tenaga kesehatan dari kalangan dokter dan perawat terengut karena merekalah garda terdepan yang terdampak dari virus ini", jelasnya.
Oleh karena itu, pemilihan kepala daerah (Pilkada) serentak 2020 di tengah pandemi covid-19 harus ditunda karena bagaimana pun akan melibatkan kerumunan dan jarak dekat antara warga.
Pelaksanaan pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah serentak 2020, sudah pernah mengalami penundaan dari jadwal semula pada 29 September 2020 menjadi 9 Desember 2020 karena alasan pandemi COVID-19. Kini muncul lagi gagasan untuk menunda pesta demokrasi lima tahunan bagi rakyat untuk menentukan nasib wilayahnya itu, dengan alasan dapat menjadi titik baru penyebaran COVID-19.
"Alasan dan kekhawatiran ini wajar dalam kerangka nyawa manusia sangat berharga. NU, Muhammadiyah dan ormas-ormas lainnya sudah dengan tegas menghimbau menunda Pilkada demi keselamatan jiwa orang banyak, jelas ini bukan main-main", imbuhnya.
Temuan survei menunjukkan publik lebih memilih opsi Pilkada Serentak 2020 untuk ditunda di seluruh daerah, sebanyak 72,4 persen responden. Pilkada 2020 digelar di 270 daerah, mencakup 9 provinsi, 224 kabupaten, dan 37 kota. Setidaknya ada 738 pasangan calon yang bakal berlaga memperebutkan posisi kepala daerah pada 9 Desember 2020.
Bisa dibayangkan luasnya daerah yang menggelar pilkada dan banyaknya kontestan yang akan beradu merebut suara pemilih di tiap daerah. Adanya solusi koitmen dan pelaksanaan yang ketat terhadap protokoler kesehatan belum dijamin apalagi terbukti protokol kesehatan di masyarakat ketika kurang disiplin dan ini jelas khawatir akan ada klaster baru covid-19 di Pilkada.
Selain ketika pendaftaran pasangan calon yang ramai massa, kedepan akan ada lagi tahapan yang berpotensi terjadinya kerumunan massa.
Adapun solusi, tahapan pelaksanaan Pilkada serentak 2020 dapat diperpendek, diterangkan Latief , jika situasinya dianggap membahayakan warga masyarakat belum tentu memuaskan semua pihak apalagi proses demokrasi kita selalu berujung konflik yang merembet ke arus massa.
Solusi Perppu mungkin ini yang bisa solusi kebuntuan hukum, maka solusi apapun absah selama menyelematkan nyawa orang banyak pondasinya.
Dalam konteks wabah corona ini, rekomendasi ahli dalam upaya-upaya pencegahan menyebarnya wabah covid 19 dengan cara diam di rumah (Stay at home), hindari kerumunan orang banyak (social distancing), tutup akses kedalam dan keluar daerah wabah (lockdown). Semua itu dilakukan dalam rangka menyelamatkan orang banyak, untuk kemaslahatan orang banyak.
Islam tidak menghendaki adanya kemudaratan bagi umatnya, maka kemudaratan itu harus dihilangkan jika ada. Kaidah ini sering diungkapkan dalam hadits Rasulullah SAW: “Tidak boleh memudaratkan dan tidak boleh dimudaratkan”. (HR. Hakim dan Ibnu majah). [syahid/voa-islam.com]