JAKARTA (voa-islam.com)--Anggota komisi XI DPR RI dari fraksi PKS, Anis Byarwati menyoroti beberapa hal terkait kinerja Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dalam Rapat Kerja Komisi XI DPR RI dengan OJK di Jakarta, 1 Oktober 2020. Rapat kerja dengan topik Laporan Kinerja OJK Semester I tahun 2020 ini, dilakukan secara virtual.
Hal pertama yang disoroti Anis, terkait dengan peraturan dan surat edaran yang telah dikeluarkan OJK sepanjang pandemic Covid 19 dan implikasinya terhadap sector jasa keuangan. Sepanjang semester I, OJK dalam mengatur, mengawasi dan melindungi sektor jasa keuangan, telah menerbitkan 40 Peraturan OJK dan 9 surat edaran OJK untuk menjaga aspek prudential dan untuk mengatasi dampak pandemi covid-19.
“Implikasi peraturan tersebut terhadap sektor jasa keuangan dan seberapa besar tingkat efektivitas peraturan tersebut, perlu di evaluasi oleh OJK,” kata Anis.
Legislator PKS dari dapil Jakarta Timur ini secara khusus menyoroti tentang permasalahan pada sektor asuransi yang telah berlangsung dari tahun sebelumnya. Anis mengatakan “Pada kenyataannya, masalah gagal bayar ini adalah ‘gunung es’,”tegasnya. Pada semester I tahun 2020 menjadi “gong” atas terungkapnya banyak sekali masalah lain -seperti investasi- serta melibatkan banyak sekali perusahaan asuransi yang mengalami masalah serupa.
“Disini terlihat bahwa peran OJK sebagai pengawas industri asuransi sangat lemah,” tambah Anis. Ia melanjutkan, laporan periodik yang disampaikan memiliki nilai akuntabilitas yang buruk, kemampuan OJK dari sisi tugas pengawasan menjadi tidak kredibel. “Ke depan, OJK perlu merancang perbaikan sistem pengawasan asuransi. Termasuk meninjau kembali, apakah banyaknya sektor keuangan yang menjadi objek pengawasan OJK menjadi salah satu faktor tidak optimalnya kerja-kerja OJK,” ujarnya memberi saran.
Politisi senior PKS ini juga mengingatkan bahwa dalam menjalankan fungsinya sebagai pengawas sektor perbankan, setidaknya ada tiga hal yang perlu menjadi perhatian OJK. Pertama, kecepatan penanganan Kesehatan perbankan. Kedua, kelembagaan dan koordinasi dengan badan/lembaga lain yang terkait dengan sektor perbankan.
Ketiga, harmonisasi peraturan perundang-undangan terkait dengan sektor jasa keuangan. “Ketiga factor tersebut perlu diperhatikan OJK karena kondisi ketiga faktor tersebut dapat mempengaruhi adanya penilaian kembali terhadap peran OJK sebagai pengawas perbankan,” tandasnya.
Terkait dengan stimulus fiscal, Anis menyampaikan bahwa berbagai stimulus fiskal telah dilakukan pemerintah dalam usaha pemulihan ekonomi nasional, salah satunya disalurkan melalui sektor perbankan dalam bentuk kredit. Namun demikian sampai saat ini, realisasi serapannya masih sangat rendah, artinya bahwa stimulus tersebut tidak berjalan lancar karena transmisi penyaluran diperbankan berjalan sangat lambat.
“OJK perlu merumuskan Kembali strategi dan langkah-langkah yang perlu diambil untuk mengakselerasi realisasi anggaran PEN melalui sektor perbankan. Juga merancang alternatif dari langkah yang dinilai tidak efektif,” tutupnya.