JAKARTA (voa-islam.com)--Walau selalu masuk Program Legislasi Nasional (Prolegnas) dan sudah dibahas di DPR bersama Pemerintah sejak periode 2009-2014 dan 2014-2019, tetapi Rancangan Undang-Undang (RUU) Larangan Minuman Beralkohol (LMB) tidak kunjung menemui titik terang.
Niat beberapa anggota DPR RI yang membahas kembali RUU ini di Badan Legislasi patut diapresiasi dan didukung oleh publik. Sejatinya paradigma RUU LMB adalah salah satu upaya untuk melindungi anak dan remaja dari pengaruh buruk konsumsi alkohol.
Anggota DPD RI Fahira Idris mengungkapkan bahwa fakta yang terjadi di lapangan saat ini adalah minol bisa dibeli siapa saja, dimana saja, dan kapan saja. Selama punya uang, minol boleh dibeli siapa saja termasuk remaja.
Minol bisa dibeli di mana saja bahkan dijual 24 jam tanpa ada aturan waktu serta diminum di mana saja. Oleh karena itu, butuh sebuah regulasi minol setingkat undang-undang (UU) yang berlaku secara nasional di seluruh wilayah Indonesia agar negeri ini punya aturan yang tegas dan jelas.
“Di negara paling liberal sekalipun anak dan remaja dilarang keras membeli dan mengonsumsi minol. Di negara yang memang punya budaya minum alkohol sekalipun penjualan minol diatur secara ketat baik tempat maupun syarat menjualnya. Di negara paling sekuler sekalipun ada aturan kapan saja alkohol boleh dijual ke konsumen dan aturan di mana saja alkohol boleh dikonsumsi. Di Indonesia, berbagai larangan soal minol ini belum dijalankan maksimal karena tidak ada undang-undang khusus yang mengaturnya. Sampai kapan kita harus terus menutup mata melihat kondisi seperti ini,” tukas Fahira yang juga Ketua Gerakan Nasional Anti Miras di Jakarta (16/11).
Fahira Idris mengungkapkan, walau judul RUU mengandung kata larangan sebenarnya jika dicermati pasal-pasal dalam RUU LMB ini lebih kepada mengatur produksi, distribusi, dan konsumsi minol. Ini karena dari semua larangan produksi, distribusi, dan konsumsi minol ini tidak berlaku untuk kepentingan adat, ritual keagamaan, wisatawan, farmasi, dan tempat-tempat yang diizinkan oleh peraturan perundang-undangan yang semua ini akan diatur lebih rinci dan jelas dalam Peraturan Pemerintah.
Artinya, badan usaha yang selama ini memproduksi dan mendistribusikan minol dituntut lebih bertanggung jawab untuk memastikan minol yang mereka produksi dan distribusikan tidak dibeli anak dan remaja atau hanya dibeli orang orang-orang yang berhak saja. Sementara, untuk para peminum alkohol, RUU ini meminta mereka membeli dan meminum alkohol hanya di tempat-tempat yang yang diizinkan oleh peraturan perundangan.
“Jika saya ditanya, saya maunya dilarang total saja. Namun, RUU ini kan bukan soal keinginan saya pribadi karena ada hal-hal yang juga perlu diatur untuk dikecualikan. Itulah kenapa ada kepentingan terbatas yang dikecualikan dalam RUU ini. Makanya saya agak bingung sama beberapa orang termasuk segelintir anggota dewan yang begitu ngotot menolak RUU ini. Mana tanggung jawab sosial Anda terhadap fakta bahwa mudahnya minol dibeli dan dikonsumsi siapa saja? Negara yang paling liberal sekalipun ada aturan khusus soal minol kok. Masa kita nggak punya,” tegas Fahira.* [Ril/voa-islam.com]