View Full Version
Senin, 14 Dec 2020

Soroti Hasil Rekonstruksi Penembakan Laskar FPI, IPW: Polisi Lakukan Tiga Pelanggaran SOP

 

Dari ketiga kecerobohan ini, lanjut Neta, terlihat nyata bahwa aparatur kepolisian sudah melanggar SOP yang menyebabkan keempat anggota FPI itu tewas di satu mobil.

JAKARTA (voa-islam.com)—Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri melakukan rekonstruksi kasus penembakan enam anggota Front Pembela Islam (FPI) di Karawang, Jawa Barat, Senin (14/12/2020) dini hari. Reka ulang yang berlangsung sejak pukul 00.35 WIB itu dilakukan di empat titik.

Kepala Divisi Humas Polri Irjen Argo Yuwono menyebut, dua anggota FPI meninggal dunia saat berada TKP ketiga, yaitu rest area.

"Dua orang itu ditemukan tewas saat berada di rest area KM 50. Kemudian empat orang lagi berhasil ditangkap," kata Argo kepada wartawan Senin (14/12/2020).

Namun saat keempat orang itu diamankan di rest area KM 50 dan dibawa ke mobil oleh petugas, diperjalanan melakukan perlawanan.

Disebutkan, laskar FPI mencoba merebut pistol dan sempat mencekik petugas saat mobil baru berjalan 1 kilometer di jalan tol Jakarta-Cikampek. Kemudian terjadi pergumulan di dalam mobil yang akhirnya polisi menembak mati keempat laskar FPI di dalam mobil.

Dari hasil rekonstruksi kasus, Ketua Presidium Indonesia Police Watch (IPW) Neta S Pane menilai polisi telah melakukan pelanggaran SOP.

“Sehingga pelanggaran SOP itu membuat aparatur kepolisian melakukan pelanggaran HAM,” ujar Neta dalam keterangan pers yang diterima Voa Islam, Senin (14/12/2020).

IPW berharap Mabes Polri mau mengakui adanya pelanggaran SOP tersebut. Setidaknya IPW mencatat tiga pelanggaran SOP bila merujuk dari hasil rekonstruksi yang diumumkan Kadiv Humas Polri Irjen Pol Argo Yuwono.

“Setidaknya IPW melihat ada tiga pelanggaran SOP yang dilakukan anggota Polri, terutama dalam kasus kematian empat anggota FPI di dalam mobil petugas kepolisian,” kata Neta.

Pertama, keempat anggota FPI yang masih hidup, setelah dua temannya tewas (versi polisi tewas dalam baku tembak) dimasukkan ke dalam mobil polisi tanpa diborgol.

Menurut Neta, ini sangat aneh. Habib Rizieq sendiri saat dibawa ke sel tahanan di Polda Metro Jaya tangannya diborgol aparat. “Kenapa keempat anggota FPI yang baru selesai baku tembak dengan polisi itu tangannya tidak diborgol saat dimasukkan ke mobil polisi?” tanya Neta.

Kedua, memasukkan keempat anggota FPI yang baru selesai baku tembak dengan polisi ke dalam mobil polisi yang berkapasitas delapan orang, yang juga diisi anggota polisi, adalah tindakan yang tidak masuk akal, irasional, dan sangat aneh.

Ketiga, anggota Polri yang seharusnya terlatih terbukti tidak promoter dan tidak mampu melumpuhkan anggota FPI yang tidak bersenjata. “Sehingga para polisi itu main hajar menembak dengan jarak dekat hingga keempat anggota FPI itu tewas,” kata Neta.

Dari ketiga kecerobohan ini, lanjut Neta, terlihat nyata bahwa aparatur kepolisian sudah melanggar SOP yang menyebabkan keempat anggota FPI itu tewas di satu mobil.

“Dari penjelasan Kadiv Humas Polri itu terlihat betapa cerobohnya anggota polisi tersebut,” tegas Neta.

Neta juga mempertanyakan penjelasan Argo terkait promoternya Polri. Sebab itulah, Neta berharap Komnas HAM dan Komisi III mendesak dibentuknya Tim Independen Pencari Fakta agar kasus ini terang benderang.

“Jika Jokowi mengatakan tidak perlu Tim Independen Pencari Fakta dibentuk, berarti sama artinya bahwa Presiden tidak ingin kasus penembakan anggota FPI ini diselesaikan tuntas dengan  terang benderang, sehingga komitmen penegakan supremasi hukum Jokowi patut dipertanyakan,” demikian Neta mengakhiri pernyataannya.*[Syaf/voa-islam.com]


latestnews

View Full Version