Ahli pidana senior yang pernah duduk di Komisi Hukum dan Perundang-undangan MUI Pusat ini menyebut pelapor Munarman tersebut tidak memahami perkara yang terjadi.
JAKARTA (voa-islam.com)--Sekretaris Umum (Sekum) DPP Front Pembela Islam (FPI) Munarman, S.H dilaporkan oleh sejumlah orang yang tergabung dalam Barisan Ksatria Nusantara ke Polda Metro Jaya pada Senin (21/12/2020) kemarin.
Seperti dilansir detik.com, Munarman, S.H dilaporkan atas dugaan pelanggaran Pasal 28 ayat 2 Ju, Pasal 45 ayat 22 UU ITE, Pasal 14, 15, dan UU No 1 Tahun 1996 tentang Peraturan Hukum Pidana serta Pasal 160 KUHP atas pernyataannya pada saat jumpa pers yang menepis tudingan laskar FPI tidak dibekali senjata api dan tidak ada baku tembak.
Pakar hukum pidana, Abdul Chair Ramadhan mengkritisi pelaporan yang dilakukan Barisan Ksatria Nusantara yang diketuai oleh Zainal Arifin tersebut, menurutnya tidak ada hubungannya dengan pernyataan Munarman.
“Laporan tersebut mengada-ngada,” tutur Abdul Chair seperti dilansir Panjimas.com pada Selasa (22/12/2020)
“Pasal 28 ayat 2 JU, Pasal 45 ayat 22 UU ITE, Pasal 14, 15, dan UU No 1 Tahun 1996 tentang Peraturan Hukum Pidana serta Pasal 160 KUHP yang menjadi rujukan LP tidak ada hubungannya sama sekali dengan pernyataan Munarman,” sambungnya.
Abdul Chair menjelaskan lebih rinci bahwa pasal 28 terkait UU ITE (Informasi dan Transaksi Elektronik) tersebut ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan kepada induvidu dan atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas SARA. Menurutnya Pasal tersebut tidak ada kaitannya dengan apa yang disampaikan oleh Munarman.
Selain Pasal 28 UU ITE, Munarman juga dilaporkan dengan Pasal 160 KUHP tentang delik penghasutan. Menurut Abdul Chair, pasal tersebut harus ada akibat yang ditimbulkannya.
“Pasal 160 KUHP itu delik penghasutan. Disini harus ada yang terhasut. Terlebih lagi harus ada perbuatan konkrit seperti yang dihasutkan. Menurut putusan Mahkamah Konstitusi delik penghasutan adalah delik materil, harus ada akibatnya. Jadi Pasal 160 KUHP juga tidak ada kaitan sama sekali dengan yang disampaikan oleh Munarman,” katanya.
Ahli pidana senior yang pernah duduk di Komisi Hukum dan Perundang-undangan MUI Pusat ini menyebut pelapor Munarman tersebut tidak memahami perkara yang terjadi.
“Pelaporan tersebut hendaknya tidak diterima. Saat ini memang banyak orang cari sensasi dengan buat laporan Polisi padahal dirinya sama sekali tidak tahu apa yang menjadi dasar laporan itu,” tandasnya.
“Mereka hanya bisa baca pasal-pasal tapi tidak tahu ilmunya. Mereka pikir hukum itu seperti dalam benak pikirannya. Jadi, banyak orang tidak jelas. Hal tersebut menunjukkan semakin jelas ketidakjelasannya,” pungkasnya.* [Syaf/voa-islam.com]