JAKARTA (voa-islam.com)--Anggota DPR yang juga Wakil Ketua MPR RI, Hidayat Nur Wahid, mengapresiasi pernyataan Presiden Joko Widodo yang mencabut lampiran Peraturan Presiden (Perpres) No. 10 Tahun 2021 yang membuka investasi terhadap industri minuman keras (miras)/beralkokol, dan mengingatkan agar Presiden Jokowi segera menerbitkan dokumen resmi pencabutan tersebut, dengan menghadirkan Perpres baru dan mempublikasikannya kepada publik.
“Karena pernyataan Presiden Jokowi itu terkait dengan membatalkan suatu produk hukum di Indonesia yang adalah negara hukum. Maka sudah semestinya bila pencabutan itu juga diformalkan sesuai dengan aturan hukum yang berlaku, sehingga pencabutan ketentuan itu bukan sekedar wacana apalagi PHP, tapi produk hukum legal yang memiliki kekuatan hukum yang mengikat,” ujarnya melalui siaran pers di Jakarta, Rabu (03/03).
HNW sapaan akrabnya mengatakan bahwa kehadiran dokumen hukum secara legal formal, berupa adanya Perpres yang baru, atau revisi Perpres yang telah mencabut lampiran yang ditolak oleh masyarakat luas itu, sangat dibutuhkan untuk memberikan kepastian hukum, juga untuk menghentikan polemik dan ketidak pastian hukum yang masih dirasakan oleh banyak elemen bangsa. Ini dibutuhkan karena sering terjadinya pernyataan publik Presiden Jokowi justru diimplementasikan secara berbeda oleh para pembantunya, dan tidak ada koreksi terhadap keganjilan seperti itu.
“Misalnya dalam kasus revisi UU ITE. Presiden Jokowi sudah menyatakan terbuka setuju dengan revisi UU tersebut, tetapi oleh pembantunya malah dipahami berbeda, dengan lebih hadirkan pedoman interpretasi UU ITE, bukannya merealisasikan harapan Presiden untuk terjadinya revisi, tapi malah semakin menimbulkan polemik di masyarakat. Jangan sampai, kasus pencabutan terkait Perpres investasi miras/beralkohol akan mengulangi tragedi revisi UU ITE. Ketidaksamaan antara pernyataan dengan tindakan di lapangan,” tukasnya.
Oleh karena itu, Wakil Ketua Majelis Syuro Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini menilai bahwa kehadiran dokumen/produk hukum atau Perpres baru yang mencabut isi lampiran investasi miras itu, mutlak diperlukan untuk melihat bahwa pernyataan tersebut bukan hanya sekadar basa basi politik, yang akan makin menimbulkan kegaduhan publik, dan kekecewaan dari berbagai pihak yang telah sampaikan penolakan terhadap perpres investasi miras/beralkohol, padahal beliau-beliau yang sangat terhormat itu telah disebutkan langsung oleh Presiden Jokowi seperti MUI, NU, Muhammadiyah, Para Ulama dan Tokoh/Pimpinan di Daerah, termasuk suara dari Papua.
Apalagi, lanjut HNW, Presiden Jokowi juga telah menyatakan menerima masukan dan saran-saran Beliau-Beliau yang telah secara terbuka dan bertanggung jawab disampaikan demi kebaikan berbangsa dan bernegara, kuatkan komitmen berPancasila dan menyelamatkan NKRI.
“Bila tidak ada dokumen resmi atau perpres baru yang mengakomodasi pencabutan ketentuan itu, maka pernyataan Pak Jokowi kemaren akan dinilai sebagai sekadar janji atau basa basi politik yang tidak berkekuatan hukum, bahkan berpotensi menimbulkan kegaduhan politik dan kekacauan hukum, tidak sungguh-sungguh menghormati para Ormas-Ormas dan Tokoh yang terhormat yang telah disebutkan nama-namanya oleh Presiden Jokowi sendiri, dan itu bisa munculkan ketidakpercayaan kepada Presiden,” tegasnya.
“Maka sangat penting Presiden segera buktikan penerimaannya. Dan kepada semua pihak agar tidak terlena, melainkan mengawasi dan memastikan agar komitmen Pak Jokowi yang diapresiasi olh ormas-ormas dan masyarakat luas itu, betul-betul segera mewujud menjadi dokumen hukum yang resmi atau perpres yang baru,” tambah HNW.
Lebih lanjut, Anggota Komisi VIII DPR RI ini menyarankan agar Presiden Jokowi harus lebih hati-hati dalam menerbitkan kebijakan hukum dan perlu terlebih dahulu menjaring aspirasi para pemangku kepentingan bangsa tersebut.
“Presiden Jokowi jangan lagi mendengarkan hanya dari buzzer-buzzer yang mendukung investasi miras tersebut, karena terbukti mereka telah membuat Presiden Jokowi dalam posisi sulit dan diprotes oleh spektrum masyarakat yang sangat luas,” ujarnya.
“Dalam rangka revisi Perpres 10/2021 setelah pencabutan ketentuan investasi miras, sangat perlu Presiden Jokowi melibatkan stakeholders bangsa; ormas-ormas besar, dan pakar-pakar yang independen untuk meningkatkan kualitas produk hukum yang dihasilkan, agar tak ulangi kontroversi, dan agar sesuai dengan prinsip demokrasi dan aturan hukum untuk selamatkan dan kuatkan NKRI yang berdasarkan Pancasila,” pungkasnya.* [Ril/voa-islam.com]