View Full Version
Kamis, 18 Mar 2021

Soal Limbah Batu Bara, Aleg PKS: Pemerintah Jangan Mau Didikte Pengusaha

JAKARTA (voa-islam.com)--Terkait penetapan regulasi limbah abu batubara, Anggota Komisi VII DPR RI dari Fraksi PKS, Mulyanto, meminta Pemerintah memegang prinsip kehati-hatian dan evidence based policy demi kepentingan kesehatan dan lingkungan masyarakat luas.

Pemerintah, kata Mulyanto, jangan kalah pada desakan pengusaha, sehingga dengan mudah mengeluarkan abu batubara PLTU dari kategori limbah B3 (Bahan Berbahaya dan Beracun).

Menurutnya, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), sebagai otoritas dan garda terdepan yang dipercaya publik sebagai penjaga kesehatan lingkungan, harus dapat menjelaskan soal ini secara terang-benderang.

“Apa dasar riset kesehatan lingkungan yang telah dilakukan, sehingga secara ilmiah terbukti, bahwa abu batubara bukanlah limbah yang berbahaya dan beracun karenanya dapat dikeluarkan dari kategori B3?, tanya Mulyanto.

Mulyanto menegaskan harus jelas dasar ilmiahnya sehingga publik menjadi maklum.

“Kita kan menganut prinsip evidence based policy, dimana berbagai kebijakan yang diambil dalam rangka executive order didasarkan pada bukti-bukti empiris yang meyakinkan. Karena kita adalah Negara yang berakal sehat. Bila tidak, maka otoritas lingkungan hidup terkesan tidak mandiri dan didikte oleh kepentingan para pengusaha meski dengan mengorbankan kesehatan publik,” tegas Mulyanto.

Menurut Mulyanto dugaan adanya desakan pengusaha di balik keputusan pencabutan kategori ini sangat masuk akal. Mengingat selama ini memang ada beberapa pihak pengusaha yang aktif mendesakkan kepentingan tersebut kepada Pemerintah. Desakan itu menjadi lebih kuat setelah dikeluarkan UU No. 11/2020 tentang Omnibus Law Cipta Kerja.

“Kalau memang Pemerintah sudah melakukan uji karakterisisasi dan penelitian toksikologi limbah abu batubara (fly ash and bottom ash/FABA) secara mendalam, sebelum mengambil kebijakan tersebut, maka harus dibuka agar publik maklum. Hal ini sesuai dengan aturan dalam pasal 403 ayat (4) PP No.22/2021 tersebut,” papar Mulyanto.

Mulyanto menilai uji toksikologi ini menjadi indikator kunci untuk mengetahui apakah abu batubara tersebut bersifat berbahaya dan beracun serta memberikan dampak buruk bagi kesehatan manusia dan lingkungannya atau tidak.

Wakil Ketua FPKS DPR RI Bidang Industri dan Pembangunan ini minta Pemerintah untuk menjadikan alasan kesehatan manusia sebagai pertimbangan utama dalam mengambil keputusan. Bukan sekedar berdasarkan pertimbangan bisnis, investor atau alasan teknis proses pembakaran batubara semata.

“Alasan dari otoritas lingkungan yang beredar di publik, terkait perubahan limbah abu batubara dari PLTU menjadi kategori non-B3, adalah karena pembakaran batubara di PLTU terjadi pada temperatur tinggi sehingga karbon pada FABA menjadi minimum dan lebih stabil disimpan,” ungkapnya.

Tentu, kata Mulyanto, bukan alasan seperti ini yang ingin publik dengar. Yang dibutuhkan publik adalah evidence based dari uji toksikologi abu batubara tersebut serta penerapan prinsip kehati-hatian (prudensial), yang biasanya dianut oleh otoritas lingkungan hidup.

“Sehingga dengan bukti itu masyarakat yakin, bahwa FABA ini terbukti secara ilmiah tidak berbahaya dan beracun bagi kesehatan manusia dan lingkungannya, baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang, karenanya aman dikategorikan sebagai limbah non-B3,” desak politisi PKS yang akrab disapa Pak Mul ini.

“Ini penting, karena dalam kategori B3 secara eksplisit disematkan kata ‘berbahaya’ dan ‘beracun’. Frasa yang memiliki makna berat dan dalam bagi kesehatan masyarakat yang menjadi hak asasinya sebagai manusia. Sebagaimana diatur dalam Pasal 9 ayat (3) UU. No. 39/1999 tentang Hak Asasi Manusia (HAM), bahwa: ‘Setiap orang berhak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat’.

“Karenanya menjadi tugas Pemerintah untuk menghormati hak asasi tersebut, melalui perlindungan dan pemenuhan hak kesehatan warganya,” lanjut Mulyanto.

Negara diperintahkan oleh Pembukaan Konstitusi, imbuhnya, untuk melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia serta menjalankan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, tidak malah untuk membuat keputusan tanpa dasar yang kokoh yang membahayakan kesehatan dan lingkungan masa depan bangsa, seperti dihapuskannya abu batubara ini dari kategori sebagai limbah B3.

“Saat masih dikategorikan sebagai limbah B3 saja, pengelolaan FABA ini masih centang-perenang dan banyak dikeluhkan publik. Apalagi jika bahan tersebut dianggap bukan limbah B3. Maka, patut diduga limbah tersebut akan dikelola secara serampangan,” tandas doktor nuklir lulusan Tokyo Institute of Technology, Jepang ini.* [Ril/voa-islam.com]


latestnews

View Full Version