View Full Version
Selasa, 15 Jun 2021

Rapat dengan Baznas, Bukhori Usul Kurangi Pungutan Pajak Demi Kerek Potensi Zakat

JAKARTA (voa-islam.com)--Anggota Komisi VIII DPR RI Bukhori Yusuf meminta Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) mengedepankan filosofi pemberdayaan dalam pengelolaan dana zakat. Bukhori merujuk pada Quran Surat At-Taubah ayat 60 yang menjelaskan terkait delapan asnaf atau delapan golongan orang yang berhak menerima zakat.

“Pesan mendasar pada ayat ini bukan sebatas memberi, tapi memberdayakan,” ungkap Bukhori saat Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan BAZNAS dan Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH), Senin (14/6/2021).

Politisi PKS ini menuturkan, basis pemberdayaan oleh BAZNAS perlu difokuskan pada dua sasaran, pertama, pemberdayaan terhadap fakir miskin. Kedua, anak-anak fakir miskin. Sebab itu, ia mendorong program BAZNAS supaya menyentuh wilayah yang jarang, bahkan tidak tersentuh oleh pemerintah.

“Orang miskin, fakir miskin, dan anak terlantar dipelihara oleh negara. Mereka sudah menjadi domain tanggung jawab pemerintah meskipun belum ada pemerataan. Sementara, BAZNAS seharusnya bisa mengambil ceruk yang belum disentuh oleh pemerintah. Misalnya dengan menyasar komunitas majelis taklim yang sejauh ini tidak tersentuh oleh Kementerian Agama dalam konteks pemberdayaan. Pasalnya, mereka baru tersentuh dalam urusan sertifikasi saja. Dengan demikian, kedudukan BAZNAS juga berarti sebagai alternatif bagi pembiayaan program kemaslahatan masyarakat di luar APBN,” jelas dia.  

Lebih lanjut, anggota Badan Legislasi ini menyayangkan kinerja BAZNAS yang dinilai masih lemah dalam merealisasikan potensi zakat nasional. Berdasarkan bahan rapat kerja BAZNAS yang disampaikan, potensi pengumpulan dana zakat dari kementerian, lembaga, BUMN, dan korporasi mampu mencapai Rp 42,8 triliun per tahun. Akan tetapi, per 3 Juni 2021 lembaga ini baru mampu merealisasikan dana zakat senilai Rp 67 miliar. Alhasil, Bukhori menganggap peroleh ini masih sangat kecil bila diukur dengan resources lembaga yang dimiliki.  

“Salah satu akar masalah dari keengganan masyarakat untuk bayar zakat, yakni ketika pengutan zakat telah dikenakan pada personal, tetapi hal itu tidak serta merta mengurangi persentase kewajiban pajak individu tersebut,” imbuh Bukhori.

Misalnya, demikian Bukhori melanjutkan, jika persentase zakat kita 2,5%, sementara pajak PPN kita maksimal 20%. Maka, apabila kewajiban zakat yang 2,5% itu sudah kita bayar, semestinya persentase wajib pajak kita berkurang sehingga menjadi 17,5%. Atas dasar ini, saya yakin jika konsep proporsionalitas ini bisa dilakukan dan di-endorse melalui UU Zakat, maka potensi zakat yang triliunan itu bukan menjadi hal yang mustahi untuk dicapai.

Dalam kesempatan yang sama, Bukhori juga menyoroti sejumlah isu terkait penyelenggaraan jaminan produk halal. Dalam kesempatan itu, anggota komisi agama ini mencecar pelaksana tugas (Plt) Kepala BPJPH, Mastuki, perihal skema self-declare yang masih menyisakan kelemahan dalam mekanisme kontrolnya.

“Salah satu dampak dari UU Cipta Kerja bagi penyelenggaraan jaminan produk halal adalah regulasi anyar ini memberikan ruang bagi pelaku usaha untuk menyatakan secara mandiri terkait kehalalan produknya. Sebenarnya dibalik peluang kemudahan itu, juga tersimpan persoalan baru ihwal cara kontrolnya yang belum jelas,” tukasnya.

“Selain itu, terkait organisasi masyarakat (ormas) Islam yang diberikan kesempatan untuk melakukan sertifikasi, apakah hanya ormas tertentu atau semua ormas berhak,?”

Gagasan PKS, demikian Bukhori melanjutkan, dalam melihat UU Cipta Kerja dalam upaya memberdayakan ekonomi masyarakat kecil, salah satunya dengan melibatkan partisipasi ormas. Karena itu, semua ormas harus memiliki hak yang sama untuk dilibatkan dalam melakukan sertifikasi produk halal sebagai wujud pendistribusian wewenang yang selama ini menjadi domain MUI demi memudahkan dan mempercepat pelaku usaha mikro kecil memperoleh sertifikat halal.  

“Salah satu akar masalah yang membuat antrian sertifikasi menumpuk adalah terbatasnya Lembaga Pemeriksa Halal (LPH). Ke depan, lembaga ini tidak boleh dimonopoli pihak tertentu dan semua ormas Islam harus memiliki hak yang sama kendati ada sejumlah kriteria khusus yang ditetapkan oleh BPJPH. Sehingga, dalam konteks ini BPJPH domainnya bukan memainkan peran dalam pengelolaan LPH, tetapi menjadi lembaga akreditasi mereka,” tegasnya.

Politisi dapil Jawa Tengah I ini juga berharap BPJPH bisa bersinergi dengan Komisi VIII DPR RI dalam menjaring ormas Islam untuk program anyar ini. Tidak hanya itu, Bukhori mengatakan Komisi VIII DPR RI siap bekerjasama dengan BPJPH dan BAZNAS untuk penyuluhan soal zakat dan sertifikasi halal bagi UMK untuk mencapai target masyarakat akar rumput.* [Ril/voa-islam.com]


latestnews

View Full Version