JAKARTA (voa-islam.com)--Badan Legislasi DPR RI (Baleg DPR RI) kembali menyelenggarakan Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) untuk menerima pandang terkait penyusunan draf RUU Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU PKS).
Untuk diketahui, draft RUU PKS yang lama tidak lagi digunakan. Baleg melakukan serap aspirasi publik dan ahli demi menyusun draft RUU yang baru.
Anggota Baleg Fraksi PKS Bukhori Yusuf menegaskan bahwa perancangan draft RUU Penghapusan Kekerasan Seksual merupakan domain dari Badan Legislasi DPR RI.
Bukhori juga mengingatkan bahwa draf RUU PKS yang kadung beredar di publik bukan berasal dari rumusan Baleg DPR RI sebagai otoritas yang sah merancang RUU tersebut.
“Perlu saya tegaskan draf RUU Penghapusan Kekerasan Seksual, atau yang masih perlu dipertimbangkan dengan nomenklatur Kejahatan Seksual, dirancang oleh Baleg, bukan yang lain. Sebab itu, rapat ini diselenggarakan untuk mencari masukan dari pelbagai perspektif untuk merancang RUU tersebut karena kami belum memiliki Naskah Akademik maupun RUU-nya,” terang Bukhori dalam RDPU di Baleg DPR RI, Selasa (13/07).
Anggota Komisi Agama ini mengatakan, kekerasan seksual atau kejahatan seksual adalah pelanggaran terhadap nilai tauhid dan akhlak sehingga diharapkan arah pengaturan dari RUU PKS yang baru dilandasi oleh norma agama dan moral.
“Dalam kerangka Maqashid Syariah, berbicara soal kekerasan maupun kejahatan, sesungguhnya berkorelasi dengan bagaimana syariat diturunkan dengan maksud untuk menjaga tubuh kita. Sementara dalam kaitannya dengan seks, maka syariat bertujuan untuk menjaga keturunan secara murni. Dengan demikian, ajaran Islam melalui syariatnya sejatinya menaruh concern dalam menyikapi fenomena kekerasan seksual atau kejahatan seksual. Alasan ini yang membuat saya sepakat bahwa pelecehan seksual maupun maupun penyimpangan seksual bertentangan dengan nilai tauhid dan moral, ” jelasnya.
Ketua DPP PKS ini juga mengusulkan supaya penyusunan RUU PKS merujuk pada Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Tidak hanya itu, Bukhori juga meminta agar RUU PKS memperhatikan tiga aspek esensial sebagai basis penyusunannya.
“Harus dipastikan RUU ini berlandaskan pada tiga hal penting. Pertama, berbasis pada nilai tauhid atau agama sebagaimana ia merupakan cerminan dari sila pertama Pancasila. Kedua, berbasis pada akhlak mulia supaya produk hukum ini bertujuan untuk membentuk dan memelihara praktik budi pekerti luhur masyarakat. Ketiga, berorientasi pada usaha untuk menjaga keutuhan dan ketahanan keluarga,” jelasnya.
Politisi Dapil Jateng 1 ini berharap RUU PKS yang baru bersifat futuristik. Artinya, orientasi kemaslahatan dari produk hukum ini harus dipastikan memiliki manfaat yang tidak hanya dirasakan di masa kini, tetapi juga menjangkau masa depan.* [Ril/voa-islam.com]